SEJARAH DAN PEMIKIRAN AKUNTANSI SYARIAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Akuntansi syariah pada dasarnya merupakan bentuk aplikasi dari nilai-nilai islam sebagai suatu agama yang tidak hanya mengatur masalah keimanan tetapi juga mengatur masalah kehidupan sehari-hari.
Sejarah lahirnya ilmu akuntansi syariah tidak terlepas dari perkembangan Islam dan kewajiban mencatat transaksi non tunai. Sebagaimana dalam firman Allah yang artinya: “Hai, orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar” (QS. Al-Baqarah [2] : 282). Hal itu kemudian mendorong umat islam peduli terhadap pencatatan dan menimbulkan tradisi pencatatan di kalangan umat serta mendorong munculnya aktivitas kerjasama/partnership. Begitu juga dengan kewajiban mengeluarkan zakat mendorong pemerintah membuat laporan pertanggungjawaban periodik terhadap baitul maal yang mereka kelola. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan).[1]
Akuntansi keuangan di dalam Islam harus memfokuskan pada pelaporan yang jujur mengenai posisi keuangan entitas dan hasil-hasil operasinya, dengan mengungkapkan apa saja yang halal dan haram. Orang-orang yang bertugas harus menetapkan bagi akuntansi keuangan aturan-aturan yang diperlukan demi melindungi hak-hak dan kewajiban perorangan, dan menjamin pengungkapan yang memadai.[2]
Sejarah dan pemikiran akuntansi syariah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ekonomi islam termasuk nilai-nilai yang sesuai dengan islam. Sedangkan di sisi lain akuntansi syariah sebagai cabang dari ilmu akuntansi yang merupakan ilmu pengetahuan tentu harus melampaui proses dan tahapan tertentu.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai “Sejarah dan Pemikiran Akuntansi Syariah”.

B.   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini, yaitu :
1.      Bagaimana perkembangan awal akuntansi ?
2.     Bagaimana sejarah akuntansi ?
3.     Bagaimana perkembangan akuntansi syariah?
4.     Bagaimana prosedur dan istilah yang digunakan dalam akuntansi syariah?
5.     Bagaimana hubungan akuntansi modern dan akuntansi islam ?
6.     Bagaimana prinsip-prinsip akuntansi syariah?
7.     Bagaimana perbedaan konsep akuntansi syariah dengan konsep akuntansi konvensional?

C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui perkembangan awal akuntansi.
2.     Untuk mengetahui sejarah akuntansi.
3.     Untuk mengetahui perkembangan akuntansi syariah.
4.     Untuk mengetahui prosedur dan istilah yang digunakan dalam akuntansi syariah.
5.     Untuk mengetahui hubungan akuntansi modern dan akuntansi islam.
6.     Untuk mengetahui prinsip-prinsip akuntansi syariah.
7.     Untuk mengetahui perbedaan konsep akuntansi syariah dan konsep akuntansi konvensional.

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Perkembangan Awal Akuntansi
Pada awalnya akuntansi merupakan bagian dari ilmu pasti, yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah hukum alam dan perhitungan yang bersifat memiliki kebenaran absolut. Sebagian besar dari ilmu pasti yang perkembangannya bersifat akumulatif, maka setiap penemuan metode baru dalam akuntansi akan menambah dan memperkaya ilmu akuntansi tersebut. Bahkan pemikir akuntansi pada awal perkembangannya merupakan seorang ahli matematika Luca Paciolli dan Musa Al-Khawarizmy.
Penemuan metode baru dalam akuntansi senantiasa mengalami penyesuaian dengan kondisi setempat, sehingga dalam perkembangan selanjutnya, ilmu akuntansi lebih cenderung menjadi bagian dari ilmu social (Social Science), yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena keadaan masyarakat dengan lingkungannya yang bersifat relatif.
Perubahan ilmu akuntansi dari bagian ilmu pasti menjadi ilmu sosial lebih disebabkan oleh factor-faktor perubahan dalam masyarakat yang semula dianggap sebagai sesuatu yang konstan, misalnya transaksi usaha yang akan dipengaruhi oleh budaya dan tradisi serta kebiasaan dalam masyarakat. Oleh sebab itu, akuntansi masih ada ditengah-tengah pembagian ilmu pengetahuan tersebut hingga kini. Bahkan mayoritas pemikiran akuntansi saat ini masih menitik beratkan pada pemikiran positif melalui penggunaan data empiris dengan pengolahan yang bersifat matematis.
Akuntansi dalam islam merupakan alat (tool) untuk melaksanakan perintah Allah Swt. dalam (Q.S 2:282) untuk melakukan pencatatan dan melakukan transaksi usaha. Implikasi lebih jauh, adalah keperluan terhadap suatu sistem pencatatan tentang hak dan kewajiban, pelapor yang terpadu dan komprehensif.
Islam memandang akuntansi tidak sekedar ilmu yang bebas nilai untuk melakukan pencatatan dan pelaporan saja, tetapi juga sebagi alat untuk menjalankan nilai-nilai islam (Islamic values) sesuai dengan ketentuan syariah. Akuntansi yang kita kenal sekarang diklaim dari peradaban barat (sejak paciolli) padahal apabila dilihat secara mendalam dari proses lahir dan berkembangnya terlihat jelas pengaruh keadaan masyarakat atau peradaban sebelumnya baik Yunani maupun Arab Islam.
Perkembangan akuntansi dengan domain “arithmetic quality”nya, saat ditompang oleh ilmu lain khusunya arithmetic, algebra, mathematics, alghorithm pada abad ke-19 M. ilmu ini lebih dulu berkembang sebelum bahasa. Ilmu penting ini ternyata dikembangakan oleh filosof islam yang terkenal yaitu Abu Yusuf  Ya’kub bin Ishaq Al kindi yang lahir pada tahun 801 M. Juga Al Karki (1020) dan Al Khawarizmy yang merupakan asal kata dari Alghorithm, Algebra juga berasal dari kata arab yaitu “Al jabr”. Demikian juga penemuan Al Khawarizmy berupa sistem nomor, desimal dan angka “0” (zero, sifr, kosong, nol) yang kita pakai sekarang disebut angka Arab sudah dikenal sejak 830 M, yang sudah diakui oleh Hendriksen penulis buku “Accounting theory” merupakan sumbangan Arab Islam terhadap akuntansi. Kita tidak bisa membayangkan apabila neraca disajikan dalam angka romawi, misalnya angka 1843 akan ditulis MDCCCXLIII. Bagaimana jika kita menyajikan neraca IBL yang memerlukan angka triliunan?
Ibnu Khaldun (lahir tahun 1332) adalah seorang filosof islam yang juga telah bicara tentang politik, sosiologi, ekonomi, bisnis, perdagangan. Bahkan ada dugaan bahwa pemikiran mereka itulah yang sebenarnya ditemukan oleh filosof  Barat belakangan yang muncul pada abad ke-18  M. Sebenarnya Al Khawrizmy-lah yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan matematika modern Eropa.[3]
Dapat disimpulkan bahwa pada awalnya akuntansi merupakan bagian dari ilmu pasti yang berhubungan dengan hukum alam dan perhitungan dengan perkembanganmengalami penyesuaian dengan kondisi setempat sehingga lebih dikenal dengan ilmu sosial dalam metode penemuan baru. Perubahan ilmu akuntansi dari bagian ilmu pasti menjadi ilmu sosial disebabkan oleh perubahan masyarakat yang dipengaruhi oleh budaya dan tradisi serta kebiasaan yang konstan.

B.   Sejarah Akuntansi
Akuntansi merupakan salah satu profesi tertua didunia. Dari sejak zaman pra sejarah, keluarga memiliki perhitungan tersendiri untuk mencatat makanan dan pakaian yang harus mereka persiapkan dan mereka gunakan pada saat musim dingin. Ketika masyarakat mulai mengenal adanya “perdagangan”,  maka pada saat yang sama mereka telah mengenal konsep nilai (values) dan mulai mengenal sistem moneter (monetary system).  Bukti tentang pencatatan (bookkeeping) tersebut dapat ditentukan dari mulai dari kerajaan Babilonia (4500 SM) Firaun mesir dan kode-kode Hammurabi (2250 SM) sebagaimana ditemukan adnya kepingan pencatatan akuntansi di Ebla Syria Utara.
Walaupun akuntansi dimulai dari zaman prasejarah, saat ini kita hanya mengenal Luca Paciolli sebagai bapak akuntansi modern. Paciolli sebagai ilmuan dan pengajar di beberapa universitas yang lahir di Turcany Italia pada tahun 1445, merupakan orang yang dianggap menemukan persamaan akuntansi untuk pertama kali pada tahun 1494 dengan bukunya:  Summa de Arithmetica Geometria et proportionalita  (A Review of Arithmetic, Geometry and Proportions) Dalam buku tersebut beliau menerangkan mengenai double entry book keeping sebagai dasar perhitungan akuntansi modern, bahkan juga hampir seluruh kegiatan rutin akuntansi yang kita kenal saat ini sebagai penggunaan jurnal buku besar (ledger) dan memorandum. Pada penjelasan mengenai buku besar telah termasuk mengenai asset, utang, modal, pendapatan dan beban. Ia juga menjelaskan mengenai ayat jurnal penutup (closing et entries) dan menggunakan neraca saldo (trial balance) untuk mengetahui saldo buku besar (ledger) penjelasan ini memberikan dasar yang memadai untuk akuntansi etika dan juga akuntansi biaya.
Sebenarnya Luca Paciolli bukanlah orang yang menemukan double entry book keeping system, mengingat sistem tersebut telah dilakukan sejak adanya perdagangan Venice dan Genoa pada awal abad ke-19 M setelah terbukanya jalur perdagangan antara Timur Tengah dan kawasan Mediterania. Bahkan, pada tahun 1340 bendahara kota Massri telah melakukan pencatatan dalam bentuk double entry.
Menurut Peragallo, orang yang menuliskan double Entry pertma akali adalah pedagang yang bernama Benedetto Cotrugli dalam buku Della Mercatua e del Mercate, Perfetto pada tahun 1458 namun baru diterbitkan pada tahun 1573.
Menurut Vernon Kam, (1990), ilmu akuntansi diperkenalkan pada zaman Feodalisme Barat. Namun setelah dilakukan penelitian sejarah dan arkeologi ternyata banyak data yang membuktikan bahwa jauh sebelum penulisan ini sudah dikenal akuntansi. Perlu diingat bahwa matematika dan sistem angka sudah dikenal islam sejak abad ke-9 M. Ini berarti bahwa ilmu matematika yang ditulis Lucca Paciolli pada tahun 1491 bukan hal yang baru lagi karena sudah dikenal dalam islam 600 tahun sebelumnya.
Penggunaan angka Arab mempunyai andil besar dalam perkembangan ilmu akuntansi. Artinya besar kemungkinan bahwa dalam peradaban arab sudah ada metode pencatatan akuntansi. Bahkan mungkin mereka yang memulainya. Bangsa Arab pada waktu sudah memiliki Administrasi yang cukup maju, praktik pembukuan telah menggunakan buku besar umun, jurnal umum, buku kas, laporan periodik dan penutupan buku.
Majunya peradaban sosial budaya masyarakat Arab pada waktu itu tidak hanya pada aspek ekonomi atau perdagangan saja, tetapi juga pada proses transformasi ilmu pengetahuan yang berjalan dengan baik. Selain Aljabar, Al Khawarizmy (logaritma) juga telah berkembang ilmu kedokteran dari Ibnu Sina (Avicenna) kimia karya besar Ibnu Rusyd (Averos) ilmu ekonomi (Ibnu Khaldun), dll. Jadi pada masa itu islam telah menciptakan ilmu murni atau Pure Science (Al jabar, ilmu ukur fisika dan kimia). Dan juga ilmu terapan atau Applied Science (kedokteran, Astronomi dan sebagainya).
Menurut Littleton (boydoun 1959) perkembangan akuntansi disuatu lokasi tidak hanya disebabkan oleh masyarakat dilokasi itu sendiri melainkan juga dipengaruhi oleh perkembangan pada saat atau periode waktu tersebut dan dari masyarakat lainnya. Mengingat bahwa Paciolli sendiri telah mengakui bahwa akuntansi telah dilakukan satu abad sebelumnya dan Venice sendiri telah menjadi salah satu pusat perdagangan terbuka, maka sangat terbuka kemungkinan telah terjadi pertukaran informasi dengan para pedagang muslim yang telah mengembangkan hasil pemikiran dari olmuan muslim.
Lieber (dalam boydoun 1968) menyatakan bahwa pakar pemikir di Italia memiliki pengetahuan tentang bisnis yang baik disebabkan dengan rekan bisnis muslimnya. Bahkan, have (1976) mengatakkan bahwa Italia meminjam konsep double entry dari Arab.
Para ilmuan muslim sendiri telah memberikan kontribusi yang besar, terutama adanya penemuan angka nol dan konsep perhitunagan desimal. Transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi pada masyrakat Arab menarik sejumlah ilmuan dari Eropa seperti Leonardo Fibonacci da Pisa yang melakukan perjalanan ilmiahnya di Timur Tengah. Dialah yang mengenal angka Arab dan aljabar atau metode perhitungan ke Benua Eropa pada tahun 1202 melalui bukunya yang berjudul “Liber Abacci” serta memasyarakatkan penggunaan angka Arab tersebut pada kehidupan sehari-hari termasuk dalam kegiatan ekonomi dan transaksi perdagangan.
Selain dari bangsa Eropa yang belajar ke Timur Tengah pedagang-pedagang muslim tak kalah andilnya dalam menyiarkan (Transformasi) ilmu pengetahuan ini memungkinkan mengingat kekuasaan islam pada saat itu telah menyebar hampir separuh daratan Eropa dan Afrika dan Jazirah Arab meluas ke Byzantium, Mesir, Suriah, Palestina, Irak (Mesopotamia, Persia seluruh Afrika Utara) berlanjut  ke Spanyol dengan penyerbuan pasukan yang dikomandani Panglima Jabal Thaliq (kemudian dikenal dengan Selat Giblartar) ke Italia dan daerah-daerah Asia Timur sampai pembatasan Cina.
Terjadinya proses transformasi ilmu pengetahuan tadi, juga dimungkinkan mengingat Al-Quran yang menyerukan semua orang untuk berdakwah. Kota-kota yang berada diwilayah kekuasaan islam tersebut seperti Kairo, Alexandria, Damsyik, Baghdad, merupakan pusat perdangangan internasional  yang cukup pesat dan ramai. Melalui perdagangan inilah kebudayaan dan teknologi muslim tersebar di Eropa Barat, Amalfi, Venice, Pisa dan Genoa merupakan pelabuhan utama dan terpenting yang menghubungkan perdagangan dari pelabuhan pedagang muslim di Afrika Utara dan Laut Tengah bagian timur ke kota-kota Kristen seperti , Konstantinovel, Acre.[4]
Jadi dapat kita ketahui, bahwa sejarah awal akuntansi dimulai sejak manusia mengenal hitungan uang dan menggunakan catatan. Pada abad XIV perhitungan rugi laba telah dilakukan pedagang-pedagang Genoa dengan cara menghitung harta yang ada pada akhir suatu pelayaran dan dibandingkan pada saat mereka berangkat. Tonggak sejarah akuntansi dimulai pada tahun 1494 pada saat Lucas Paciolo (Lukas dari Burgos) menerbitkan buku ilmu pasti yang berjudul “Suma de Arilhmalica, Proportioni et Proportionaiita”. Dalam buku itu terdapat satu bab, berjudul ‘Tractatus de Computis et Scriptorio”. yang berisi cara-cara pembukuan menurut catatan berpasangan (double book keeping).

C.   Perkembangan Akuntansi Syariah
1.      Zaman Awal Perkembangan Islam
Pendeklerasian negara Islam di Madinah (tahun 622 M bertetapan dengan 1 H) didasari dengan konsep bahwa seluruh umat muslim adalah bersaudara dan tanpa membeda-bedakan dari segi apapun. Sehingga kegiatan kenegaraan dilakukan dengan saling kerja sama. hal ini dimungkinkan karena negara yang baru saja berdiri tersebut hampir tidak memiliki pemasukkan maupun pengeluaran. karena itu Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bertindak sebagai kepala negara, ketua mahkama agung, mufti besar, dan panglima perang tertinggi, serta penanggung jawab administrasi negara. Bentuk kesekretariatan masih sederhana karena baru di dirikanpada akhir tahun ke-6 H.
Telah menjadi tradis,bahwa bangsa arab melakukan 2kali perjalanan kafilah perdagangan, yaitu musim dingin ke Yaman, dan musim panas ke As-Syam (syria, lebanon, jordania, palestina dan israel). Dan akhirnya perdagangan tersebut berkembang hingga ke bangsa Eropa terutama setelah penaklukan Mekah.
Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu ketika ada kewajiban zakat dan ‘ush (pajak pertanian dari muslim) dan perluasan wilayah hingga munculnya jizyah (pajak perlindungan dari non muslim) dan kharaj (pajak hasil pertanian non muslim)maka dari itu Rasulullah mendirikan baitul maal pada awal abad ke-7, konsep ini cukup maju pada zaman tersebut dimana seluruh penerimaan dikumpulkan secara terpisah dengan pemimpin negara dan baru akan dikeluarkan untuk kepentingan negara, walaupun dikatakan pengelolaan baitul maal masih sederhana tetapi Rasulullah telah memilih petugas qadi, juga sekretaris dan pencatat administrasi pemerntahan. Yang ditinjuk Rasulullah berjumlah 42 0rang dan telah dan telah dibagi dalam empat pembagian tugas yaitu: sekretaris pernyataan, sekretaris hubungan dan pencatatan tanah, sekretaris perjanjian, dan sekretaris peperangan.
2.     Zaman Empat Khalifah
Pada pemerintahan Abu Bakar radiallahu’anhu,  pada saat itu pengelolaan baitul maal masih sangat sederhana karena pemasukan dan pengeluaran dilakukan dengan seimbang dan hampir tidak ada sisa dari hasil pengelolaannya.
Pada kepemimpinan Umar bin Khatab radiallahu’anhu, terjadi perubahan sistem administrasi yang cukup signifikan dengan mengajukan istilah Diwan oleh Sa’ad bin Abi Waqqas (636 M). Katadiwan berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk kata benda dari Dawwana berarti penulisan, dengan artian diwan ini sebagai tempat dimana pelaksana duduk, bekerja dan dimana akuntansi dicatat dan disimpan. Diwan ini berfungsi untuk  mengurusi pembayaran gaji.
Khalifah umar memilih beberapa petugas untuk pengelolaan dan pencatatan dari persia untuk mengawasipembukuan baitul maal. Awal pendirian diwan ini disarankan dari homozon-seorang tahanan persia dan menerima islam dengan menjelaskan tentang sistem administrasi yang dilakukan oleh Raja Sasanian (Siswantoro 2003) ini terjadi setelah peperanganAl-Qadisiyyah persia dan pangluma perang Sa’ad bin abi waqqas, al walid bin mughira para sahabat nabi mengusulkan agar dibuatkan pencatatan untuk setiap penerimaan dan pengeluaran negara.
Hal ini menunjukkan bahwa akuntansi berkembang dari suatu lokasi ke satu lokasi lainnya sebagai akibat dari hubungan antar masyarakat. Baitul maal juga sudah tidak terpusat lagi dimadinah dan mulai berkembang di daerah-daerah taklukkan Islam. Diwan yang dibentuk oleh khalifah Umar memiliki 14 depertemen dan 17 kelompok dimana pembagian depertemen tersebut menunjukkan adanya pembagian tugas dalam sistem keuangan dan pelaporan keuangan yang baik. Pada masa itu istilah awal pembukuan dikenal dengan Jarridah atau menjadi istilah Journal dalam bahasa Inggris yang berarti berita. Di venice istilah ini dikenal dengan sebutan zournal.
Fungsi akuntansi telah dilakukan oleh beberapa pihak dalam Islam: Aal-amil, Mubashor, Al-khatib, namun yang terkenal adalah Al-katib yang menunjukkan orang yang bertanggung jawab atas amanah yang telah diberikan untuk menuliskan dan melaporkan kasil keuangan maupun non keuangan. Sementara itu untuk khusus akuntan juga dikenal dengan nama Muhasabah/Muhtasib  yang menunjukkan orang yang bertanggung jawab dari amanah yang telah diberikan. Dalam melakukan perhitungan.
Muhtasib adalah orang yang telah bertanggung jawab atas lembaga al-hisbah dan tidak bertanggung jawab atas eksekutif. Muhtasib juga bertanggung jawab atas pengawasan dipasar dan tidak hanya persoalan ibadah.ibnu tahimiya berpendapat bahwa muhtasib adalah kewajiban publik, muhtasib ini bertugas untuk menjelaskan berbagai tindakan yang tidak pantas dilakukandalam berbagai bidang kehidupan. Termasuk tugas muhtasib adalah mengawasi orang yang tidak sholat, tidah puasa, mereka yang memilii sifat dengki, berbohong, melakukan penipuan, mengurangi timbangan, praktik kecurangan dalam industri, perdagangan, agama, dan sebagainya. (siddiqi dalam  boydoun, 1982)
Muhtasib juga memiliki artian kekuasaan yang luas, termasuk kekuasaan harta, kepentingan sosial, pelaksanaan ibadah pribadi, dan pemeriksaan transaksi bisnis. Akram khan memberikan 3 kewajiban muhtasib, yaitu sebagai berikut:
a.     Pelaksanaan hak Allah termasuk kegiatan ibadah: semua jenis sholat, pemeliharaan masjid.
b.     Pelaksanaan hak-hak masyarakat: perilaku dipasar, kebenaran timbangan, kejujuran bisnis.
c.     Pelaksanaan yang berkaitan dengan keduanya: menjaga kebersihan jalan, lampu jalan, banguna yang mengganggu masyarakat, dan sebagainya.
Pada zaman kekhalifaan sudah dikenal keuangan negara kedaulatan islam telah memiliki departemen-departemen atau disebut dengan diwan, ada diwan pengeluaran (diwan an-nafaqat), militer (diwan al-jayash), pengawasan, pemungutan hasil, dan sebagainya. Diwan pengawasan keuangan disebut diwan al-kharaj yang bertugas mengawasi semua hal yang berkaitan dengan penghasilan. Pada zaman khalifah mansur dikenal khitabah al rasul was sirr, yang memelihara pencatatan rahasia, untuk menjamin dilaksanakannya hukum maka dibentuk Shahib al Shurta. Salah satu pejabat didalamnya itulah yang disebut muhtasib yang lebih difokuskan pada sisi pengawasan pelaksanaan agama dan moral, misalnya mengenai timbangan, kecurangan dalam penjualan, orang yang tidak bayar utang, orang yang tidak sholat jumat, tidak puasa pada bulan ramadhan, pelaksanaan masa idah, bahkan termasuk memeriksa iman. Ia juga menjaga moral masyarakat, hubungan laki-laki dan perempuan, menjaga jangan ada  yang minum arak, melarang musik yang diharamkan, mainanyang tidak baik, transaksi bisnis yang curang, riba, kejahatan pada budak, binatang, dan lain sebagainya.
Disisi lain, ada juga beberapa fungsi muhtasib dalam bidang pelayanan umum (publik service) misalnya: pemeriksaan kesehatan, suplai air, memastikan orang yang miskin mendapatkan bantuan atau tunjangan, banguna yang mau roboh, memriksa kelayakkan pembangunan rumah, ketidaknyamanan dan keamanan berlalu lintas, jalan untuk pejalan kaki, menjaga keamana dan kebersihan pasar, dari berbagai fungsi shahib al shurta dan muhtasib dapat disimpulkan bahwa fungsi utamanya adalah mencega pelanggaran dari hukum-hukum yang ada seperti hukum baik, hukum sipil, dan hukum agama.
Jadi, dapat disimpulkan akuntansi Islam adalah menyangkut segala sesuatu yang lebih luas mengenai praktik kehidupan, tidak hanya mengenai ekonomi ataupun bisnis dalam sistem kapitalis. Akuntansi lebih luas dari setiap perhitungan angka, informasi mengenai keuangan ataupun pertanggungjawaban. Hal itu hanya penyangkut semua penegakkan hukum agar tidak ada yang melanggar hukum-hukum yang ada yang berkaitan ibadah, jika hal tersebut dianggap hal utama dari akuntansi maka yang lebih “compatible” dengan sistem akuntansi ilahiyah dan akuntansi amal yang doitegakkan dalam Al-Qur’an dan Hadist, atau lebih dekat “auditor” dalam bahasa akuntansi kontemporer.
Pengembangan lebih konprehensif mengenai baitul maal, dilanjutkan pada khalifah ali bin abi thalib pada masa pemerintahan beliau, sistem administrasi baitul maal baik ditingkat pusat dan lokal telah berjalan baik serta telah terjadi surplus pada baitul maal dan dibagikan secara proposional sesuai tuntunan Rasulullah, adanya surplus ini menunjukkan bahwa proses pencatatan dan pelaporan telah berlangsung dengan baik.[5]
          Dapat disimpulkan bahwa pada awal perkembangan dilakukan pendeklarasian yang bertepatan tahun (1 Hijriyah) di dirikan konsep seluruh umat islam itu bersaudara dan tanpa membeda-bedakan baik dari warna kulit, dan lain hal, dan pada saa itu masih kurang berkembang maka Rasulullah lah yang menjadi pemimpin di negara, dan bangsa arab melakukan perniagaan sebanyak 2x pada musim dingin ke yaman dan pada saat musim panas ke as-syam, dan perkembangan selanjutnya ditegakkan pembayaran zakat dan pembayaran lainnya dan dibentuklah baitul maal pada abad ke-7 dan Rasulullah telah memilih 42 orang yang terpercaya untuk menjalankan tugas masing-masing di baitul maal.
Sementara pada zaman para sahabat khalifah pertama Abu Bakar radiallahu’anhu masih sederhana pemasukkan dan pengeluaran seimbang sedangkan pemerintahan Umar bin Khatab adanya perubahan sistem yang signifikan yang dianjurkan untuk melakukan diwan yaitu pencatatan disetiap pemasukkan dan pengeluaran dan telah memilih orang-orang yang akan bertanggung jawab dalam setiap tugasnya,, selanjutnya Utsaman bin Affan untuk menjamin dijalankan hukum maka ditunjuknya orang-orang untk menjaga penghasilan, dan sahabat yang terakhir Ali bin Abu Thalib mulai berkembang pesat. Dan perkembangannya pesat terjadi disetiap lokasi ke lokasi lainnya, dan dapat mengatur perekononian serta akuntansi Islam adalah menyangkut segala sesuatu yang lebih luas mengenai praktik kehidupan.

D.   Sekilas Prosedur dan Istilah yang Digunakan
Dari uraian yang telah dijelaskan diatas bahwa berjalan lancarnya pelaksanaan akuntansi pada negara Islam karena ditegakkannya pembayaran zakat yang kemudian di kelola dengan baik hingga saat ini melalui baitul maal. dokumentasi yang pertama kali dilakukan oleh Al-Mazenderany (1363 M) mengenai akuntansi pemerintahan yang dilakukan selama dinasti Khan II pada buku Risalah  Falakiyah Kitabus Siyakat. Namun, dokumentasi yang baik mengenai system akuntansi Negara Islam tersebut pertama kali dilakukan oleh Al- Khawarizmy pada tahun 976 M.
Kontribusi besar yang diberikaan oleh Al- Khawarizmy adalah membuat system akuntansi dan pencatatan dalam Negara Islam dan membaginya dalam beberapa jenis daftar. Beliau juga bersama dengan penjelasan dari Al- Khawarizmy menjelaskan tentang system akuntansi termasuk tujuan serta praktik yang terjadi.
Tujuan system akuntansi adalah untuk memastikan akuntabilitas, mendukung proses pengambilan keputusan serta mempermudah proses evaluasi atas program yang telah selesai. Tujuan ini tidak hanya berlaku di pemerintahan tetapi juga pada perusahaan . Orientasi system akuntasi ini adalah melaporkan kegiatan yang menghasilkan laba/ rugi atau surplus/deficit, dan menyelesaikan seluruh kebutuhan dari Negara, namun perhitungan dari system akuntansi ini masih memasukkan transaksi yang bersifat moneter dan nonmoneter .
Ada tujuh hal khusus dalam system akuntansi yang dijalankan oleh Negara islam sebagaimana dijelaskan oleh c dan Al- Mazendarany (Zaid, 2004), sebagai berikut.
1.      Sistem akuntansi untuk kebutuhan hidup, system ini di bawah koordinasi di bawah menejer. System ini untuk memenuhi kebutuhan hidup perorangan dan Negara. Namun tidak menutup kemungkinandigunakan pada sector private terutama yang terkait dalam perhitungan pembayaran zakat.
2.     System akuntansi untuk kontruksi merupakan system akuntansi untuk proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Pada system ini mengatur pencatatan (baik dalam bentuk material maupun pengeluaran kepada pihak lain), pengendalian dan akuntabilitas untuk masing-masing proyek berdasarkan anggaran (budget). System ini di bawah tanggung jawab seorang koordinator proyek.
3.     System akuntansi untuk pertanian merupakan system yang berbasis non- moneter. System ini lebih memfokuskan diri untuk mencatat dan mengelola persediaan pertanian dalam bentuk fisik, hal ini di dorong oleh kewajiban dalam zakat pertanian. System ini – seperti di jelaskan oleh Al- Mazendarany dan Al- Khawarizmy – tidak memisahkan antara fungsi pencatatan dan pemegang persediaan. System ini mirip sebagaimana telah di praktikkan oleh zenon atau appianus dari Mesir.
4.     System akuntansi gudang merupakan system untuk mencatat pembalian barang Negara. System ini bukan hanya mencatat barang masuk atau keluar saja tapi juga dalam nilai uang, sehingga akan ada pemisahan tugas antara orang yang memegang barang dan yang mencatat sehingga hal ini menunjukkan system pengendalian intern (internal control) telah ada.
5.     System akuntansi mata uang, system ini telah dilakukan oleh Negara islam sebelum abad ke-14 M. system ini memberikan hak kepada pengelolahnya untuk mengubah emas dan perak yang diterima pengelola menjadi koin sekaligus mendistribusikannya. Dengan fungsi tersebut, maka dapat dikatakan system perbendaharaan Negara telah berjalan. System akuntansi ini telah di jalankan dengan tiga jurnal khusus, yaitu untuk mancatat persediaan (inventory), pendapatan (revenue), dan beban (expense).
6.     System akuntansi perternakan merupakan system untuk mencatat seluruh binatang ternak.pencatatan ini dilakukan dalam sebuah buku khusus dengan mencatat keluar dan masuknya ternak berdasarkan pengelompokan binatang serta nilai uang .namun, penjelasan yangn dilakukan oleh Al- Mazendarany dan Al- Khawarizmy kurang detail.
7.     System akuntansi perbendaharaan merupakan sistem untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran harian negara, baik dalam nilai uang atau barang.
Pencatatan dalam negara islam telah memiliki prosedur yang wajib diikuti, serta pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan atas aktivitas dan menemukan surflus dan deficit atas pencatatan yang tidak seimbang. Prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
a.     Transaksi harus dicatat setelah terjadi.
b.     Transaksi harus dikelompokkan berdasarkan jenisnya
c.     Penerimaan akan dicatat disisi sebelah kanan dan pengeluaran dicatat di sebelah kiri. Sumber-sumber penerimaan harus di jelaskan dan dicatat
d.     Pembayaran harus dicatat dan di berikan penjelasan yang memadai di sisi kiri halaman
e.     Pencatatan transaksi harus dilakukan dan dijelaskan secara hati-hati.
f.      Tidak memberikan jarak penulisan di sisi sebelah kiri dan harus di beri garis penutup.
g.     Koreksi atas transaksi yang telah dicatat tidak boleh dengan cara menghapus atau menulis ulang tetapi harus diganti.
h.     Jika akun telah di tutup, maka akan di beri tanda tentang hal tersebut.
i.      Seluruh transaksi yang dicatat di buku jurnal akan di pindahkan pada buku khusus berdasarkan pengelompokan transaksi.
j.      Orang melakukan pencatatan untuk pengelompokan berbeda dengan orang yang melakukan pencatatan harian.
k.     Saldo diperoleh dari selisih
l.      Laporan harus di susun setiap bulan dan tahun dengan detail dan memuat informasi penting.
m.   Pada setiap akhir tahun laporan yang disampaikan oleh Al-Khateb harus menjelaskan seluruh informasi barang secara detail dan dana yang berada di bawah wewenangnya .
n.     Laporan tahunan yang di susun Al- Khateb akan di periksa dan di bandingkan dengan tahun sebelumnya dan akan disimpan di Diwan pusat.
Dihubungkan dengan prosedur tersebut, terdapat beberapa istilah sebagai berikut.
a)     Al- jaridah merupakan buku untuk mencatat transaksi yang dalam bahasa Arab berarti Koran atau jurnal. Istilah ini pertama kali disebutkan oleh Al- Mazendarany (1363) dan Ibnu Khaldun (1378), dan al- jaridah ini perlu dicap dengan stempel sultan. Al- jaridah sendiri telah ada ketika masa Daulah bani Umayyah dan di kembangkan ketika Daulah Bani Abbasiyah, dengan beberapa bentuk jurnal khusus (lasheen,1973), seperti berikut ini.
a.     Jaridah Al- kharaj, digunakan untuk berbagai jenis zakat seperti pendapatan yang berasal dari tanah, tanaman dan binatang ternak. Hal ini mirip dengan buku besar pembantu, serta telah dilakukan proses pengurutan berdasarkan alfabetis dan wilayah untuk memudahkan (An-Nuwairy). Di susun dengan dua kolom mirip dengan debet dan credit.
b.     Jaridah Annafakat , digunakan untuk mencatat jurnal pengeluaran. Al- jaridah ini dibawah Diwan Annafakat (departemen pengeluaran), dan telah dilakukan pengurutan berdasarkan alfabetis serta didukung oleh bukti yang relevan.
c.     Jaridah Al- Maal, digunakan untuk mencatat jurnal pendanaan yang berasal dari penerimaan dan pengeluaran zakat. Al- Jaridah ini dibawah Diwan Al- Maal (departemen perbendaharaan), dan dilakukan pengelompokan berdasarkan tuntutan Al-Quran tentang zakat.
d.     Jaridah Al- Musadereen, digunakan unutuk mencatat jurnal pendanaan khusus berupa perolehan dana dari individu yang tidak harus taat dengan hukum islam seperti : orang nonmuslim.Al- Jaridah ini di bawah Diwan Al- Musadereen.
b)    Daftar Al Yaumiah (buku harian /dalam bahasa Persia dikenal dengan nama: Ruznamah).daftar tersebut digunakan untuk pembuatan jurnal vocher.jurnal vocher merupakan tanggung jawab al kateb dan di setujui oleh pimpinan Diwan dan Menteri, setelah itu baru dapat digunakan dan dicatat.bentuk umum dari daftar diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Daftar attawjihat : buku yang digunakan untuk mencatat anggaran pembelanjaan. Baik berbentuk Mukarriyah (anggaran operasional) maupun itlaqiyah (anggaran untuk pos diskresi dari raja).
b.      Daftar attahwilat buku yang untuk mencatat keluar masuknya dana antara wilayah dan pusat pemerintahan.
Sedangkan orang yang memperkenalkan istilah daftar kepada tentara adalah Abu Muslim yang pada akhirnya menjadi pedoman di masa dinasti Abbasiyah. Namun demikian, ada perbedaan dengan system regular yang di susulkan oleh Al- Khawarizmi. Pembagian akuntansi untuk kantor militer (Diwan Al- Djaysh), Al- Khawarizmy membagi sebagai berikut :
a.     Al- Djarida Al- Sawda merupakan daftar nama prajurit, silsilah, asal suku dan deskripsi fisik yang selalu disiapkan setiap tahun.
b.     Radja merupakan daftar permintaan yang dikeluarkan oleh Muhti (pimpinan) untuk tentara tertentu di daerah terpencil.
c.     Radja Al- jamiah merupakan permintaan umum yang di keluarkan oleh mukti untuk akun umum (tama’).
d.     Al- sakk, permintaan persediaan untuk akun umum yang menunjukkan pembayar dengan nomor dan jumlah serta tanda dari pihak yang memiliki otoritas .
c)     Beberapa jenis laporan keuangan sebagai berikut .
a.       Al-Khitmah merupakan laporan yang di buat setiap akhir bulan yang menunjukkan total penerimaan dan pengeluaran.Al-Khitmah dalam bahasa arab berarti: lengkap atau akhir, dan dapat juga di siapkan untuk akhir tahun. Al- Khitmah biasa digunakan untuk laporan bulanan pemerintah juga bisah dilakukan untuk para pedagang muslim dengan tujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan sebagai dasar perhitungan zakat.
b.      Al-Khitmah Al-Jameeah merupakan laporan yang di siapkan oleh Al- Khateb dan dan diberikan kepada atasannya (biasa disebut Al-Mawafakah-penerima) berisi : pendapatan, beban dan surklus atau deficit setiap akhir tahun.
c.       Bentuk perhitungan dan laporan zakat akan dikelompokkan pada laporan keuangan terbagi dalam 3 kelompok yaitu :
1)      Ar- Raj Minal Mal (yang dapat tertagih)
2)      Ar- Munkasir Minal Mal (piutang tidak dapat tertagih); dan
3)      Al- Muta’adhir Wal Mutahayyer wal Muta’akkid (piutang yang sulit dan piutang yang bermasalah sehingga tidak tertagih).
Penerapan akuntansi pada waktu itu tidak terlepas pada system perdagangan yang di kenal dengan konsep mudharabah .perintah syariah yang termaktub dalam (QS.2:282), mewajibkan pencatatan dan pemeriksaan (praktik akuntansi dan audit) dengan baik dan benar, yang pada prinsipnya sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yaitu reability dan verifiability serta untuk tujuan perhitungan zakat.
Pada perhitungan zakat, utang diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan kemampuan bayar, yaitu :
·         Arra’ej Minal Maal (collectible debts);
·         AlMunkase Minal Mal (uncollectible debts)
·         Al- Muta’adher wal Mutahayyer (complicated atau doubtful debts).[6]
·         Jadi dapat saya simpulkan bahwa berjalan lancarnya akuntansi di negara
Dapat disimpulkan bahwa, Islam karena dikelolanya pembayaran zakat dengan baik melalui baitul maal.dan segala aktivitas muamalah harus dicatat sesuai dengan Q.S Al-Baqarah ayat 282 disitu dijelaskan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalah harus dicatat.

E.    Hubungan Akuntansi Modern Dan Akuntansi Islam
Perkembangan ilmu pengetahuan termasuk sistem pencacatan pada zaman dinasti Abbasiah (750 M – 1258 M) sudah demikian maju sementara pada kurun waktu tertentu yang hampir bersamaan , eropa masuk dalam priode The Dark Ages. Dari sini kita dapat melihat hubungan antara Luca Paciolli dan Akuntansi Islam.
Luca paciolli sebagaimana telah diterangkan bahwa seorang ilmuwan sekaligus juga seorang pengajar di beberapa universitas italia seperti vanice, milan, florence, dan roma. Untuk itu beliau telah membaca banyak buku termasuk buku yang telah diterjemahkan hal ini dibuktikan bahwa sejak tahun 1202 M buku-buku para ilmuwan muslim/arab telah banyak diterjemahkan kebahasa eropa seperti yang dilakukan oleh Leonardo Fibonacci of pisa dengan judul liber abacci, verba filiorum dan epistola de proportitione et proportionalitate. Pisa banyak belajar mengenai angka dan bahasa arab. Sehingga didalam bukunya disebutka bahwa ia menyarankan dan menerangkan manfaat mengenai angka arab termasuk dalam pencatatan transaksi.
Pada tahun 1429 M angka arab dilarang digunakan dalam pemerintahan italia, luca paciolli selalu tertarik dalam belajar mengenai angka bahasa arab serta belajar dari alberti seorang ahli matemtika yang belajar dari pemikir arab dan selalu menjadikan karya pisa sebagai rujukan, tahun 1484 M paciolli pergi dan bertemu dengan temannya onofrio dini florence seorang pedagang yang suka berpergian ke afrika utara dan kontantinopel sehingga diduga paciolli mendapat ide tentang double entry tersebut dari temannya ini. Bahkan alfred liber (1968), mendukung pendapat tersebut bahwa memang ada pengaruh dari pedagang arab pada italia, walaupun arab tidak berarti muslim saja.
Alasan teknis yang mendukung hal itu adalah: luca paciolli mengatakan bahwa setiap transaksi harus dicatat dengan baik  dan benar yaitu dengan cara mencatat dua kali di sisi sebelah kredit dan sisi sebelahnya dalah debit. Dengan artian lain bahwa paciolli menerjemahkan dari hal tersebut dari bahasa arab yang memang semuanya dimulai dari kanan.
Penelitian sejarah tentang perkembangan akuntansi memang perlu dikaji lebih dalam lagi dan lebih terperinci, tetapi dalam mengingat masih dipertanyakan bukti-bukti autentik/langsung tentang hal tersebut sebagaiman diungkapkan oleh napler (2007) hal tersebut tetap dilakukan oleh para ilmuwan muslim saat ini, dan pembuktiaan tersebut akan menempuh jalan masih panjang menginga bukti-bukti autentik dari zaman dinasti Abbasiah (dengan pusat pemerintahan di Kufah, Irak) saat ini sudah banyak yang hilang karena perang.[7]
Hubungannya akuntansi modern dengan akuntansi islam yaitu dimana zaman modern ini mengikuti dari zaman islam contohnya buku-buku yang diterjemahkan ke bahasa eropa dan mengikuti sistem-sistemnya dan masih saling berhubungan.

F.    Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah
Akuntansi merupakan suatu bentuk pencatatan yang ditunjukkan untuk memberikan keterangan mengenai informasi keadaan keuangan. Maka hal inilah yang dianjurkan dalam Islam agar mencatat setiap transaksi sehingga tidak menimbulkan kecurigaan antara kedua belah pihak. Adapun tujuan pencatatan diantaranya: pertanggungjawaban atau bukti adanya transaksi, penentuan pendapatan, informasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, dan sebagai alat penyaksian yang akan dipergunakan di kemudian hari.
Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Akuntansi Islam (2001) menyebutkan prinsip-prinsip umum akuntansi syariah yang menjadi dasar universal dalam operasionalnya, antara lain :
1.      Prinsip Pertanggungjawaban.
Prinsip ini sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Karena bagi kaum muslimin, persoalan amanah bukan hanya berkaitan dengan hubungannya dengan sesama manusia (hablumminannas) tetapi juga hubungannya dengan sang Pencipta (hablumminallah). Jadi, individu yang terlibat dalam praktik akuntansi maupun bisnis harus selalu merasa bertanggungjawab atas apa yang telah diamanahkan dan yang diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait dengan dirinya.
2.     Prinsip Keadilan.
Keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian, yaitu: Pertama, berkaitan dengan praktik moral yaitu kejujuran, yang merupakan fakta yang sangat dominan. Tanpa kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat fundamental, maksudnya akuntansi dalam praktiknya tetap berpijak pada nilai-nilai etika/syariah dan moral.
3.     Prinsip Kebenaran.
Prinsip kebenaran dalam akuntansi ini jika dilakukan dengan baik maka akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.
Adapun menurut  Muhammad Akram Khan (Harahap ,1992) merumuskan sifat akuntansi Islam, yaitu sebagai berikut :
a.     Penentuan laba rugi yang tepat. Walapun penentuan laba rugi bersifat subjektif dan bergantung pada nilai, prinsip kehati-hatian tentu harus diutamakan agar tercapai hasil yang bijaksana (atau dalam islam sesuai dengan syariat) dan konsisten sehingga dapat menjamin kepentingan semua pihak pemakai laporan terlindungi.
b.     Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan sistem akuntansi harus mampu memberikan standar berdasarkan hukum sejarah untuk menjamin bahwa manajemen mengikuti kebijaksanaan yang baik.
c.     Ketaatan pada hukum syariah. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dinilai halal haramnya. Faktor ekonomi tidak harus menjadi alasan tunggal untuk menentukan berlanjut tidaknya suatu perusahaan.
d.     Keterkaitaan pada keadilan. Karena tujuan utama syariah adalah menerapkan keadilan dalam masyarakat seluruhnya, informasi akuntan harus mampu melaporkan (selanjutnya mencegah) setiap kegiatan atau keputusan yang dibuat untuk menambah ketidakadilan dalam masyarkat.
e.     Melaporkan dengan baik. Peranan perusahaan dianggap pada dasarnya bertanggungjawab kepada masyarkat secara keseluruhan. Nilai sosial ekonomi Islam hrus diikuti dan dianjurkan. Informasi akuntansi haarus berada dalam posisi terbaik untuk melaporkan hal ini.
f.      Perubahan dalam praktik akuntansi. Peranan akuntansi yang demikian luas dalam kerangka Islam memerlukan perubahan yang sesuai dan cepat dalam praktik akuntansi saat ini. Akuntansi harus mampu bekerja sama untuk menyusun saran-saran yang tepat untuk mengikuti perubahan ini.[8]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa prinsipakuntansi syariah bila ditinjau dari Q.SAl-Baqarah ayat 282, yaitu prinsip pertanggungjawaban, prinsip keadilan dan prinsip kebenaran. Prinsip-prinsip inilah yang menjadi dasar hukum untuk akuntansi syariah.
Selain prinsip-prinsip, akuntansi syariah juga memiliki enam sifat, yaitu : penentuan laba rugi yang tepat, mempromosikan dan menilai efesiensi kepemimipinan, ketaatan kepada hukum syariah, keterikatan kepada keadilan, melaporkan dengan baik dan perubahan dalam praktek akuntansi.

G.   Perbedaan Konsep Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional
1.      Perbedaan dari Segi Pengertian
Pengertian akuntansi dalam Islam lebih umum dan luas jangkauannya, meliputi perhitungan dari segi moral dan perhitungan akhirat. Akuntansi syariah lebih mengarahkan pembukuan, pendataan, kerja dan usaha, serta perhitungan dan perdebatannya didasarkan pada syariat Islam. Karena dalam praktiknya, akuntansi yang merupakan aktivitas muamalah harus memiliki unsur pertanggungjawaban (responbilitiy) atas hubungan vertikal (hubungan antara manusia dengan Allah SWT) dan hubungan horizontal (hubungan sesama manusia). Sementara pengertian akuntansi konvensional adalah sekitar pengumpulan, pengukuran dan pembukuan serta penelitian tentang keterangan-keterangan dari berbagai macam aktivitas.
2.     Perbedaan dari Segi Tujuan
Tujuan dari akuntansi syariah adalah menjaga harta yang merupakan hujjah atau bukti ketika terjadi perselisihan, membantu mengarahkan kebijaksanaan, memerinci hasil usaha untuk perhitungan zakat, penentuan hak mitra bisnis, dan membantu dalam menetapkan imbalan dan hukuman serta penilaian evaluasi kerja dan motivasi. Adapun tujuan akuntansi konvensional adalah untuk menjelaskan utang dan piutang, untung dan rugi, sentral moneter, dan membantu dalam mengambil ketetapan manajemen. Meskipun pada keduanya terdapat beberapa persamaan, akuntansi syariah lebih difokuskan untuk membantu individu-individu dalam mengaudit transaksi-transaksinya dan membantu kelompok masyarakat melakukan muhasabah yang ditangani oleh seorang hakim. Bahkan, akuntansi dapat membantu dalam laporan dakwah pada kebaikan. Hal demikian, tidak terdapat dalam akuntansi konvensional.
3.     Perbedaan dari Segi Karakteristik
Konsep akuntansi syariah didasarkan pada nilai-nilai akidah dan akhlak. Oleh sebab itu, seorang akuntan bertugas memberikan data-data berdasarkan kaidah-kaidah dan hukum-hukum syariat Islam dalam bidang muamalah guna membantu orang-orang yang bersangkutan dalam hubungan kesatuan ekonomi. Seorang akuntan Muslim selalu sadar bahwa ia bertanggungjawab di hadapan Allah tentang pekerjaannya. Ia tidak boleh menuruti keinginan pemilik modal (pemilik proyek), jika ada langkah-langkah yang menyimpang dari hukum Allah. Aspek ini tidak didapati dalam konsep akuntansi konvensional. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa akuntansi syariah didasarkan pada kaidah-kaidah permanen, yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam, yaitu Al-Quran dan Al-Hadis.
Adapun konsep akuntansi konvensional didasarkan pada peraturan-peraturan dan teori-teori yang dibuat oleh manusia yang memiliki sifat khilaf, lupa, keterbatasan ilmu dan wawasan. Oleh sebab itu, konsepnya bersifat tidak permanen, labil, dan memiliki kecenderungan berubah-ubah dari waktu ke waktu mengikuti perubahan sistem ekonomi, perubahan peraturan, perubahan jenis perusahaan, dan perubahan kebijakan yang dibuat oleh manusia.[9]
Jadi, dapat kita simpulkan, akuntansi syariah dan akuntansi konvensional memiliki konsep yang berbeda, yaitu dilihat dari  segi pengertian, tujuan maupun karakteristiknya. Konsep akuntansi syariah didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah-kaidah hukum yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis. Karena akuntansi syariahdalam praktiknya tidak hanya bertanggungjawab dengan sesama manusia (hablumminannas) tetapi juga memiliki tanggung jawab dengan Allah (hablumminallah). Sementara konsep akuntansi konvensionalbersifat tidak permanen dan memiliki kecenderungan berubah-ubah dari waktu ke waktu karena peraturan-peraturan dan teorinya dibuat oleh manusia yang memiliki sifat khilaf, keterbatasan ilmu dan wawasan.

BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Sejarah awal akuntansi dimulai sejak manusia mengenal hitungan uang dan menggunakan catatan. Pada abad XIV perhitungan rugi laba telah dilakukan pedagang-pedagang Genoa dengan cara menghitung harta yang ada pada akhir suatu pelayaran dan dibandingkan pada saat mereka berangkat. Tonggak sejarah akuntansi dimulai pada tahun 1494 pada saat Lucas Paciolli (Lukas dari Burgos) menerbitkan buku ilmu pasti yang berjudul “Suma de Arilhmalica, Proportioni et Proportionaiita.” Dalam buku itu terdapat satu bab, berjudul ‘Tractatus de Computis et Scriptorio” yang berisi cara-cara pembukuan menurut catatan berpasangan (double book keeping).
Sementara awal perkembangan akuntansi syariah dimulai sejak abad 622 M ketika Rasulullah yang pada saat itu merupakan pemimpin di negara Madinah, membentuk baitul maal pada abad ke-7. Kemudian pada pemerintahan Umar bin Khattab terjadi perubahan sistem, dimana dibentuk diwan yaitu pencatatan di setiap pemasukan dan pengeluaran.

B.   Saran
Makalah ini masih banyak kekurangan dan menimbulkan banyak pertanyaan. Oleh karena itu saran dan masukan kami perlukan untuk perbaikan ke depannya. Semoga mendapat ridho dari Allah swt. setelah membaca makalah yang kami buat dengan dapat memahaminya dengan mudah. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Sofyan Syafri, 2010, Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: LPFE Usakti.
Nurhayati, Sri dan Wasilah, 2011, Akuntansi Syari’ah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat.



[2] Sofyan S Harahap, Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: LPFE Usakti,
2010),  hlm. 39
[3] Sri Nurhayati & Wasilah, Akuntansi Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat,
2011),  hlm. 78-79.
[4] Ibid, hlm. 79-82
[5] Ibid, hlm. 82-84
[6] Ibid, hlm. 84-89
[7] Ibid, hlm. 90-91

Tidak ada komentar: