KONSEP HUKUM DAN MEKANISME BAI AS-SALAM


LATAR BELAKANG
Diantara bukti kesempurnaan agama Islam adalah dibolehkannya jual beli dengan cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipi-menipu atau gharar. Pembeli biasanya mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan. Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.
Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli, diantaranya penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban apapun. Penjual memiliki keluasan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berajarak cukup lama.
Jual beli dengan cara salam adalah solusi tepat yang ditawarkan oleh Islam guna menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan salah satu hikmah disebutkannya syariat jual beli salam seusai larangan memakan riba.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Jual Beli Salam
Secara bahasa, transaksi (Akad) digunakan sebagai banyak arti, tetapi secara keseluruhan kembali pada bentuk ikatan atau hubungan terhadap dua hal. Yaitu as-salam atau disebut juga As-Salaf yaitu istilah dalam bahasa arab yang mengandung makna “penyerahan.” Sementara para fuqaha menyebutnya dengan al-mahawi “ije’ (Barang-barang mendesak karena ia sejenis jual beli barang dan tidak ada di tempat, sedangkan 2 pokok yang melakukan transaksi jual beli mendesak.
Salam merupakan transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Maka dari itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai. Seperti produk-produk pertanian adalah barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan jumlahnya.
Jual beli pesanan dalam fiqih islam adalah as-salam dan bahasa penduduk hijaz, sedangkan bahasa penduduk irak as-salaf. Kedua kata ini mempunyai arti yang sama sebagaimana dua kata tersebut digunakan oleh nabi, sebagaimana diriwayatkan bahwa rasulullah ketika membicarakan akad ba’I salam, beliau menggunakan kata As-Salaf di samping As-Salam sehingga dua kata tersebut adalah kata yang sinonim.
Secara terminologi ulama fiqh menggantikannya: “menjual suatu barang yang penyerahannya di tunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya jelas dan pembayaran modal di awal sedangkan barangnya diserahkan kemudian“. Sedangkan ulama syafi’i dan hanabila mendefinisikannya : “Akad yang disepakati dengan menetukan kriteria tertentu dengan membayar harganya terlebih dahulu sedangkan barangnya diserahkan kemudian dalam suatu majelis akad”. Dengan adanya pendapat-pendapat para ulama sudah tepat untuk memberikan perwakilan penjelasan dari akad tersebut, dimana inti dari pendapat tersebut yaitu bahwa akad salam adalah akad pesanan dengan membayar terlebih dahulu dan barangnnya di serahkan kemudian, tapi ciri-ciri barang tersebut haruslah jelas penyifatannya.

B.     Dasar Hukum Salam
(1)  Al-qur’an
Artinya:  “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya....” (QS. Al-Baqarah : 282)
(2) Al-Hadist
Ibnu abbas meriwayatkan rasulullah SAW datang kemadinah dimana penduduknya melakukan Salaf (salam) dalam buah-buahan dalam jangka waktu 1, 2, dan 3 tahun. Beliau berkata, ”barang siapa bertransaksi salaf (Salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas serta timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang di ketahui.”

Salam di perbolehkan oleh rasulullah SAW dengan beberapa syarat yang harus di penuhi tujuan utama dari jual beli salam yaitu untuk memenuhi kebutuhan para petani kecil yang melakukan modal untuk memulai masa tanam juga untuk menghidupi keluarganya sampai waktu panen tiba. Setelah pelarangan riba mereka tidak bisa lagi mengambil pinjaman ribawi untuk keperluan ini sehingga di perbolehkan bagi mereka untuk menjual produk-produk pertaniannya di muka.

C.     Rukun Ba’i As-Salam
Pelaksanaan bai’ as-salam harus memenuhi sejumlah rukun berikut ini.
              1.      Muslam atau pembeli
              2.     Muslam ilaih atau penjual
              3.     Modal atau uang
              4.     Muslam fiihi atau barang
              5.     Sighat atau ucapan

D.     Syarat Ba’i As-Salam
Di samping segenap rukun yang harus dipenuhi, bai’ as-salam juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Di bawah ini akan diuraikan dua di antara rukun-rukun terpenting, yaitu modal dan barang.
              1.      Modal Transaksi Bai’ as-salam
                    Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam modal bai’ as-salam adalah sebagai berikut.
a)     Modal harus diketahui
Barang yang akan disuplai harus diketahui jenis,kualitas dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dlam bentuk uang tunai.
b)    Penerimaan pembayaran salam
Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak. Hal tersebut dimaksudkan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam (pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjual. Lebih khusus lagi pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar muslam ilaih (penjual). Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.
             2.     Al-muslam fiihi (barang)
                  Di antara syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam al-muslam fiihi atau barang yang ditransaksikan                      dalam bai’ as-salam adalah sebagai berikut.
a)     Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang.
b)    Harus diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut (misalanya beras atau kain), tentang kualitas (misalnya kualitas utama, kelas dua, atau eks ekspor), serta mengenai jumlahnya.
c)     Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.
d)    Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerhan barang harus ditunda pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab Syafi’i membolehkan penyerahan segera.
e)     Bolehnya menentukan tanggal waktu dimasa yang akan datang untuk penyerahan barang.
f)     Tempat penyerahan. Pihak-pihak yang berkotrak harus menunjuk tempat yang disepakati dimana barang haus diserahkan. Jika kedua pihak yang berkontrak tidak menentukan tempat pengiriman, barang harus dikirim ke tempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang si penjual atau bagian pembelian si pembeli.
g)    Penggantian musllam fiihi dengan barang lain. Para ulama melarang penggantian muslam fiihi dengan barang lainnya. Penukaran atau penggantian barang as-salam ini tidak diperkenankan, karena meskipun belum diserahkan, barang  tersebut bukan lagi milik si muslam alaih, tetapi sudah menjadi milik muslam (fidz-dzimah). Bila barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun sumbernya yang berbeda, para ulama membolehkannya. Hal demikian tidak dianggap sebagai jual beli, melainkan penyerahan unit yang lain untuk barang yang sama.

E.     Aplikasi dalam Perbankan
Ba’i as-salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah barang yang seperti padi, jagung dan cabai, dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, dilakukanlah akad ba’i as-salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk, atau grosir. Inilah yang dalam perbankan Islam dikenal sebagai salam paralel.
Yang dimaksud salam paralel adalah melaksanakan dua transakasi ba’i as-salam antara bank dan nasabah, dan anatara bank dan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya secara simultan.
Ba’i as-salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang industri, misalnya produk garmen (pakaian jadi) yang ukuran barang tersebut sudah dikenal umum. Caranya saat nasabah mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank mereferensikan penggunaan produk tersebut. Hal itu berarti bahwa bank memesan dari pembuat garmen tersebut dan membayar pada waktu pengikatan kontrak. Bank kemudian mencari pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang telah direkomendasikan oleh produsen garmen tersebut. Bila garmen itu telah selesai diproduksi, produk tersebut diantarkan kepada rekanan tersebut. Rekanan kemudian membayar kepada bank, baik secara mengangsur maupun tunai.
Mekanisme Pembiayaan Akad Salam


Skema Pembiayaan Salam Paralel
Hasil gambar untuk mekanisme pembiayaan akad salam
Keterangan :
        1.      Penandatanganan akad antara bank syariah dan pembeli (nasabah 2).
       Nasabah 2 adalah nasabah yang akan membeli barang pada saat barang telah tersedia.
       2.   Bank membeli barang dari petani (nasabah 1) dengan cara pesanan. Atas pembelian ini, bank membayar pada saat awal akad salam.
       3.     Setelah barang tersedia , nasabah 1 mengirim dokumen kepada bank
      syariah untuk pengambilan barang.
      4.     Nasabah 1 mengirinkan barang kepada nasabah 2 perintah dari bank syariah.
     5.     Nasabah 2 melakukan pembayaran kepada bank syariah setelah barang dikirim oleh nasabah 1. Keuntungan        atas transaksi salam berasal dari perbedaan antara harga jual bank syariah kepada nasabah 2 dengan harga           beli anatara bank dan nasabah 1.

Ilustrasi Pembiayaan
Hasil gambar untuk ilustrasi pembiayaan salam
Keterangan :
Koperasi petani mangga harum manis memerlukan bantuan dana untuk mensukseskan panen anggotaanggotanya tahun depan terhitung dari sekarang. Untuk itu, koperasi petani tersebut mendatangi bank syariah dan menawarkan skema jual beli salam agar bank syariah tidak rugi dan petanipun dapat panen dengan baik. Maka prosesnya adalah sebagai berikut:
        1.      Bank syariah membeli 10 ton mangga harum manis dari koperasi petani buah mangga harum manis dengan          harga Rp.50.000,- per kilogram menggunakan akad jual beli salam untuk 1 tahun kedepan.
        2.     Bank syariah membayar tunai kepada koperasi tersebut sebesar: Rp.50.000,- x 1000 x 10 = Rp. 500.000.000,-
      3.     Bank syariah menjual kepada pemborong buah mangga harum manis dengan harga Rp.55.000,- per kilogram menggunakan akad jual beli salam untuk 1 tahun kedepan.
         4.     Pemborong membayar tunai kepada bank syariah sebesar: Rp.55.000,- x 1000 x 10 = Rp.550.000.000,-.
         5.     Setelah satu tahun berlalu, koperasi petani mengirimkan mangga harum manis dengan jumlah dan kualitas sesuai pesanan kepada bank syariah.
         6.     Bank syariah kemudian mengirimkan buah-buah tersebut kepada pemborong.
         7.     Pemborong menjual mangga harum manis di pasar buah dengan harga Rp.100.000,- per kilogram.
         8.     Pemborong mendapatkan keuntungan dari penjualan mangga di pasar buah.
Dari penjelasan dalam skema di atas, terlihat bahwa semua yang terlibat dalam jual beli salam mendapatkan keuntungan mereka masing-masing. Para petani mendapatkan keuntungan berupa panen yang baik dengan hasil yang memuaskan disebabkan keperluan-keperluan mereka dalam mengelola perkebunan tersebut dapat terpenuhi dengan uang tunai yang dibayarkan di muka oleh pihak bank syariah. Sedangkan pihak bank syariah mendapatkan keuntungan sebesar lima puluh juta rupiah yang merupakan selisih harga jual kepada pemborong dengan harga beli dari petani mangga. Dan pihak pemborong mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dari bank syariah dengan harga jual di pasar buah.
Memang resiko yang ditanggung oleh pihak bank dan pemborong cukup besar, utamanya ketika prospek harga barang tersebut ke depannya tidak terlalu positif. Oleh karena itu, sikap kehatihatian bank dalam model jual beli ini sangatlah tinggi, dan skema ini pada akhirnya memang tidak dapat diterapkan untuk semua jenis produk atau hasil pertanian, hanya pada jenis-jenis hasil pertanian yang dapat diramalkan bagus.

KESIMPULAN
Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam ilahi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Bai’ as-salam harus memenuhi rukun dan syarat yang telah dilakukan. Akad salam bisa berakhir karena beberapa hal. Manfaat bai’ as-salam adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual  kepada pembeli.

1 komentar:

Sidik mengatakan...

Terima kasih dan ijin untuk save gambarnya