MEDIASI

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Di dalam penyelesaian sengketa alternatif kita mengenal adanya mediasi. Mediasi merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari kosakata Inggris, yaitu mediation. Para sarjana Indonesia kemudian lebih suka mengindonesiakannya menjadi “mediasi” seperti halnya istilah-istilah lainnya, yaitu negotiation menjadi”negosiasi”, arbitration menjadi “arbitrase”, dan ligitation menjadi “ligitasi”.
Dalam kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi. Menurut Prof. Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memilih kewenangan memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan substansial.
Pendekatan konsensus atau mufakat dalam proses mediasi mengandung pengertian bahwa dalam proses mediasi, segala sesuatu yang dihasilkan harus merupakan kesepakatan atau persetujuan para pihak. Para pihak tersebut terdiri atas dua pihak yang bersengketa maupun lebih dari dua pihak (multiparties). Penyelesaian ini dapat dicapai jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu.
Mediator sebagai pihak ketiga di dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa alternatif memilki beberapa fungsi. Menurut Fuller, fungsi mediator yakni sebagai katalisator, pendidik, penerjemah, narasumber, penyandang berita jelek, agen realitas. 

B.       Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian dari mediasi?
2.        Bagaimana peran dan fungsi mediator?
3.        Apa tipologi mediator?
4.        Bagaimana tahapan dalam proses mediator?

C.      Tujuan
1.        Untuk mengetahui pengertian dari mediasi.
2.        Untuk mengetahui peran dan fungsi mediator.
3.        Untuk mengetahui tipologi mediator.
4.        Untuk mengetahui tahapan dalam proses mediator.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. ‘Berada di tengah’ bermakna pula mediator harus berada pada posisi netral atau tidak memihak (impartial) salah satu pihak yang bersengketa. Mediator juga harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga tercipta rasa saling percaya (trust) antar mediator dan para pihak yang bersengketa.[1]
Mediasi merupakan proses negosiasi antara pihak luar yang tidak memihak (impartial) dengan pihak yang bersengketa dalam menemukan solusi atas sengketa berdasarkan pada kesepakatan bersama. Mediator tidak berwenang untuk memutus sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.[2] Berikut beberapa pengertian mediasi :
1.        Christopher W. Moore mengemukakan bahwa mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak yang berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam penyelesaian permasalahan yang disengketakan.[3]
2.        Folberg dan Taylor berpendapat bahwa mediasi adalah suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang atau beberapa orang, secarasistematis menyelesaikan permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif dan mencapai penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka.
3.        Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 
4.        Dalam Peraturan Bank Indonesia/ PBI No. 8/5/PB/2006 dikatakan sebagai proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan.[4]
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan mediasi adalah upaya menyelesaikan sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk mencapai mufakat.

B.       Peran dan Fungsi Mediator
1.        Peran Mediator
Berhasil tidaknya mediasi juga sangat ditentukan oleh orang peran yang ditampilkan oleh mediator. Mediator berperan aktifdalam menjembatani sejumlah pertemuan antarpara pihak,meminpin pertemuan dan mengendalikan pertemuan, menjagakesinambungan proses mediasi dan menuntut para pihak mencapaisuatu kesepakatan Mediator sebagai pihak ketiga yang netralmelayani kepentinga para pihak yang bersengketa. Mediator harusmembangun interaksi dan komunikasi positif, sehingga ia mampumeyelami kepentingan para pihak dan berusaha menwarkanalternatif dalam pemenuhan kepentingan tersebut.
Dalam memandu proses komunikasi, mediator ikut mengarahkanpara pihak agar membicarakan secara bertahap upaya yang mungkinditempuh keduanya dalam rangka mengakhiri sengketa. Ada beberapaperan mediator yang sering ditemukan ketika proses mediasi berjalan.
Peran tersebut antara lain:
a.       Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara para pihak
b.      Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi dan menguatkan suasana yang baik.
c.       Membantu para pihak untuk mengahadapi situasi atau kenyataan
d.      Mengajar para pihak dalam proses dan ketrampilan tawarmenawar
e.       Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaianproblem.
Peran mediator akan terwujud apabila mediator mempunyai sejumlah keahlian (skill). Keahlian ini diperoleh melalui sejumlah pendidikan, pelatihan (training) dan sejumlah pengalaman dalam meyelesaiakan konflik atau sengketa. Mediator sebagai pihak yang netral dapat menampilkan peran sesuai dengan kapasitasnya.
Mediator dapat menjalankan perannya mulai dari peran terlemah sampai peran yang terkuat. Ada beberapa peran mediator yang termasuk dalam peran terlemah dan terkuat. Peran-peran ini menunjukkan tingkat tinggi rendahnya kapasitas dan keahlian (skill) yang dimiliki oleh seorang mediator.
Mediator menampilkan peran yang terlemah bila dalam proses mediasi, ia hanya melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.       Menyelenggarakan pertemuan
b.      Memimpin diskusi
c.       Memelihara atau menjaga aturan agar proses perundingan berlangsung secara baik
d.      Mengendalikan emosi para pihak
e.       Mendorong para pihak yang kurang mampu atau segan dalam mengemukakan pandangannya.
Sedangkan mediator yang menampilkan peran kuat, ketika dalam proses mediasi ia mampu melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.       Mempersiapkan dan membuat notulensi pertemuan
b.      Merumuskan titik temu atau kesepakatan dari para pihak
c.       Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukanlah sebuah pertarungan untuk dimenangkan, tetapi sengketa harus diselesaikan
d.      Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah
e.       Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah
f.       Membujuk para pihak untuk menerima ususlan tertentu dalam rangka penyelesaian sengketa.
Peran-peran tersebut di atas harus diketahui secara baik oleh seseorang yang akan menjadi mediator dan hakim yang menjadi mediator di Pengadilan Agama dalam penyelesaian sengketa. Mediator harus berupaya melakukan yang terbaik agar proses mediasi berjalan maksimal sehingga para pihak merasa puas dengan keputusan yang mereka buat atas bantuan mediator.
2.        Fungsi  Mediator
Mediator sebagai penengah dalam suatu proses mediasi mempunyai fungsi tersendiri sebagai seorang mediator. Fungsi yang dimaksud adalah sebagai berikut: 
a.       Memperbaiki kelemahan komunikasi antara  para  pihak yang biasanya ada hambatan dan sekat-sekat pikologis. 
b.      Mendorong terciptanya suasana yang kondusif untuk memulai negosiasi yang fair. 
c.       Secara tidak langsung  mendidik para  pihak atau memberi  wawasan tentang  proses  dan substansi  negosiasi yang  sedang berlangsung. 
d.      Mengklarifikasi masalah-masalah substansial dan kepentingan masing-masing para pihak.
Berkaitan dengan peran dan fungsi mediator yang sangat penting dalam proses mediasi di Pengadilan  Agama, Mahkamah Agung diharapkan dapat  segera  mengadakan pelatihan-pelatihan untuk para hakim di Pengadilan Agama di daerah-daerah, sehingga para hakim yang menjadi moderator mendapat wawasan yang cukup untuk melaksanakan mediasi, para hakim mediator diharapkan untuk mempelajari lebih dalam mengenai mediasi. Mengingat waktu  yang digunakan untuk mediasi  dengan moderator dari  dalam pengadilan hanya  40 hari, maka diharapkan para hakim  mediator dapat menyusun strategi  yang  tepat  sehingga  lebih bisa memanfaatkan waktu dengan baik. 
Dalam proses sebuah mediasi, mediator menjalankan peran untuk menengahi  para  pihak yang  bersengketa.  Peran ini  diwujudkanmelalui tugas  mediator yang  secara  aktif membantu  para  pihak dalam  memberi  pemahamannya  yang  benar tentang  sengketa  yang mereka  hadapi dan memberikan alternative, solusi yang terbaik bagi penyelesaian sengketa yang harus dipatuhi. Peran-peran tersebut di atas harus diketahui secara baik olehseseorang yang akan menjadi mediator dan Hakim yang menjadimediator di Pengadilan Agama dalam penyelesaian sengketa harta bersama. Mediator harus berupaya melakukan yang terbaik agar proses mediasi berjalan maksimal sehingga para pihak merasa puas dengan keputusan yang mereka buat atas bantuan mediator.[5]

C.      Tipologi Mediator
Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008, mediasi dapat dibagi menjadi dua kategori yakni mediasi di pengadilan (litigasi) dan mediasi diluar pengadilan (non litigasi).
1.        Mediasi di pengadilan (litigasi)
Di banyak negara, mediasi merupakan bagian dari proses litigasi, hakim meminta para pihak untuk megusahakan penyelesaian sengketa mereka dengan menggunakan proses mediasi sebelum proses pengadilan dilanjutkan. Inilah yang disebut dengan mediasi di pengadilan. Dalam mediasi ini, Pengadilan meminta para pihak untuk mencoba menyelesaikan sengketa mereka melalui cara mediasi sebelum diadakan pemeriksaan.
2.        Mediasi diluar pengadilan (non litigasi)
Mediasi diluar pengadilan (non litigasi) yaitu mediasi yang dilaksanakan di luar pengadilan kemudian perdamaian yang terjadi dimohonkan ke pengadilan untuk dikuatkan dalam akta perdamaian.
Penyelesaian sengketa melalui mediasi diluar pengadilan (non litigasi) ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2000.  Dalam Pasal 1 angka 10 dan alinea kesembilan dari penjelasan umum Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dikatakan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melalukan penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, medisiasi, konsoliasi atau penilaian ahli.[6]

Beraneka ragam tipologi mediator yang dikemukakan oleh para ahli Christopher W. Moore diantaranya, yang menyebutkan ada tiga tipe tipologi mediator, yaitu:
   ·         Mediator sosial (social network mediator);
   ·         Mediator otoritatif (authoritative mediator); dan
   ·         Mediator mandiri (independent mediator).
1.        Tipologi Pertama
Mediator berperan dalam sebuah sengketa atas dasar adanya hubungan social antara mediator dan para pihak yang bersangkutan. Mediator dalam tipologi ini sebagai bagian sebuah jalinan atau hubungan sosial yang ada atau tengah berlangsung. Seseorang yang membantu menyelesaikan sengketa, misalnya antara dua tetangganya, rekan sekerjanya, teman usahanya, atau antara kerabatannya digolongkan dalam tipologi pertama ini. Begitu pula jika seorang tokoh masyarakat atau agama yang dikenal oleh pihak-pihak yang bertikai membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi, dapat digolongkan ke dalam mediator hubungan sosial.
Dalam praktiknya, mediator sosial ini berperan pada jenis mediasi di luar pengadilan (non litigasi).
2.        Tipologi Kedua
Mediator berusaha membantuk pihak-pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan di antara mereka dan memiliki posisi kuat atau berpengaruh sehingga mereka memiliki potensi atau kapasitas untuk mempengaruhi hasil akhir dari sebuah proses mediasi. Akan tetapi, seorang mediator otoritatif selama menjalankan perannya tidak menggunakan kewenangan atau pengaruh itu karena didasarkan pada keyakinan atau pandangannya bahwa pemecahan yang terbaik terhadap sebuah kasus bukanlah ditentukan oleh dirinya selaku pihak yang berpengaruh atau berwenang, melainkan harus dihasilkan oleh upaya pihak-pihak yang bersengketa sendiri.Namun dalam situasi-situasi tertentu, mediator otoritatif mungkin akan memberikan batsan-batasan kepada para pihak dalam upaya mereka mencari pemecahan masalah. Selain itu, mediator otoritatif mungkin juga memberikan semacam ancaman kepada para pihak bahwa jika para pihak sendiri tidak dapat mencari pemecahan masalah melalui pendekatan kolaboratif atau kooperatif, mediator otoritatiflah yang akhirnya membuat keputusan untuk penyelesaian yang harus diterima oleh para mediator tipologi ini dapat dibedakan lagi antara lain:
a.       Mediator benevolent (benevolent mediator)
Mediator benevolent mempunyai ciri-ciri :
1)      Dapat atau tidak memiliki hubungan dengan para pihak.
2)      Mencari penyelesaian terbaik bagi para pihak.
3)      Tidak berpihak dalam hal hasil substantif.
4)      Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan.
b.      Mediator administratif manajerial (administrative manajerial mediators)
Mediator administratif manajerial mempunyai ciri-ciri :
1)      Memiliki hubungan otoritatif dengan para pihak sebelum dan sesudah sengketa berakhir.
2)      Mencari penyelesaian yang diupayakan bersama-sama dengan para pihak dalam ruang lingkup ukuran manfaat atau kewenangannya.
3)      Berwenang untuk member nasihat, saran dan jika para pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan, ia juga berwenang memutuskan.
4)      Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan.
c.       Mediator vested interest (vested interest mediators)
Mediator vested interest (vested interest mediators) mempunyai ciri-ciri :
1)      Memiliki hubungan dengan para pihak atau diharapkan memiliki hubungan masa depan dengan para pihak.
2)      Memiliki kepentingan yang kuat terhadap hasil akhir.
3)      Mencari penyelesaian yang dapat memenuhi kepentingan mediator atau kepentingan pihak yang disukai.
4)      Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan.
5)      Kemungkinan dapat menggunakan tekanan agar para pihak mencapai kesepakatan.
Dalam praktiknya, mediator otoritatif ini berperan pada jenis mediasi di pengadilan (litigasi).
3.        Tipologi Ketiga
Mediator mandiri adalah mediator yang menjaga jarak baik antara pihak maupun dengan persoalan yang tengah dihadapi oleh para pihak.Mediator tipologi ini lebih banyak ditemukan dalam masyarakat atau budaya yang telah mengembangkan tradisi kemandirian dan menghasilkan mediator-mediator professional. Anggota-anggota dalam masyarakat seperti ini cenderung lebih menyukai permintaan bantuan kepada “orang luar” yang tidak memiliki kepentingan sosial sebelumnya dengan para pihak atau terhadap masalah yang timbul. Anggota-anggota masyarakat itu lebih mengandalkan para professional speasialis dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Keadaan ini dapat dilihat atau dibuktikan dengan telah lahir dan berkembangnya profesi mediator seperti halnya profesi pengacara, akuntansi dan dokter.Model mediasiini dipraktikkan atau berkembang di Amerika Utara. Di Amerika Serikat sendiri telah berdiri kantor-kantor professional mediator, misalnya Collaborative Decision Resources (CDR) di Boulder, The Institute of Envoronmental Mediation di Seattle, JAMSen Dispute di Seattle, Confluence North West di Portliand Oregon dan Community DisputeResolution Center di Ithaca. Dengan telah lahirnya asosiasi mediator professional di Amerika Serikat tersebut maka lahirlah yang disebut Society in Professional Dispute Resolution (SPIDER).[7]
Seperti halnya mediator sosial, mediator mandiri ini juga sering berperan pada jenis mediasi di luar pengadilan (non litigasi).

D.      Tahapan Dalam Proses Mediasi
Prosedur dan tahapan mediasi di pengadilan diatur dalam Pasal 3 sampai Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mediasi di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap pra mediasi, tahap proses mediasi dan penyelesaian akhir dan penentuan hasil kesepakatan. Tahap pra mediasi adalah tahap dimana para pihak mendapatkan tawaran dari hakim untuk menggunakan jalur mediasi dan para pihak menunjuk mediator sebagai pihak ketiga yang akan membantu menyelesaikan sengketa mereka.
1.        Tahap Pra Mediasi
a.    Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri keduabelah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk memenuhi mediasi
b.    Ketidak hadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi.
c.    Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.
d.   Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.
e.    Hakim wajib menunda proses persidangan perkaruntuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.
f.     Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam ini Perma kepada para pihak.[8]
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum dilakukannya mediasi adalah meliputi: Kehadiran kedua pihak yang berperkara, Penyampaian Prosuder Mediasi oleh majelis Hakim, pemilihan Mediator, Penetapan mediator dan Hakim pemeriksa perkara wajib menunda pemeriksaan perkaranya. Proses mediasi dapat berjalan jika penggugat dan tergugat hadir, sedangkan ketidakhadiran turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan proses mediasi (Pasal 7 ayat (2) PERMA No 1 Tahun 2008, karena subjek hukum yang menjadi pokok dalam gugatan adalah penggugat dan tergugat, sedangkan turut tergugat secara substansial bukan pihak yang akan dibebani kewajiban untuk tunduk  dan patuh pada hukuman yang akan dijatuhkan hakim.
2.        Tahap-Tahap Proses Mediasi
Proses mediasi selalu mengedepankan pendekatan komunikasi yang baik antara mediator dan para pihak yang bersengketa. Dalam hal ini peran mediator dalam mencairkan kebekuan komunikasi antara para pihak sangat berperan sekali. Untuk itulah untuk menjadi mediator dalam suatu berperkara diperlukan keahlian khusus terutama dalam menyambung komunikasi yang terputus antara para pihak yang memang sedang bermasalah.[9]
Tahapannya yaitu :
a.       Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.
b.      Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk
c.       Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (5) dan (6).
d.      Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat 3.
e.       Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara.
f.       Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.[10]
3.        Penyelesaian Akhir dan Penentuan Hasil Kesepakatan
Ketika proses mediasi mulai memasuki tahap penyelesaian, maka masing-masing pihak akan menyampaikan kehendaknya berdasarkan kepentingan mereka dalam bentuk butir-butir kesepakatan. Pada tahap tersebut mediator akan menampung kehendak para pihak dalam catatan dan menuangkannya ke dalam dokumen kesepakatan.[11]
Pada umumnya, para sarjana atau praktisi mediasi mengemukakan tahapan proses mediasi berdasarkan pengalaman mereka menjadi mediatir. Berikut ini ada beberapa tahapan mediasi secara umum[12]:
1.        Tahap Pendahuluan/tahap persiapan (preliminary)
Sukses tidaknya mediasi seringkali ditentukan pada tahap persiapan, siapa yang akan hadir pada proses mediasi, masalah tempat dan waktu pelaksanaan mediasi juga perlu disiapkan. Contoh masalah pada tahap persiapan, pihak yang akan hadir dalam proses mediasi berjumlah 10 prang, namun tempat yang tersedia hanya cukup untuk 6 orang. Ini akan menimbulkan masalah, dimana situasi pertama untuk masuk kedalam proses mediasi sudah tidak smooth, sudah ada konflik yang sebenarnya bisa dicegah sebelumnya. Hal ini akan berpengaruh pada emosional para pihak, dan situasi itu akan berpengaruh pada penyelesaian sengketa.[13]
2.        Sambutan Mediator
a.    Menerangkan urutan kejadian.
b.    Meyakinkan para pihak yang masih ragu.
c.    Menerangkan peran Mediator dan para pihak.
d.   Menerangkan bahwa pihak yang bersengketalah yang berwenang untuk. mengambil keputusan.
e.    Menyusun aturan dasar dalam menjalankan tahapan.
f.     Memberi kesempatan mediator untuk membangun kepercayaan dan menunjukkan kendali atas proses.
3.        Presentasi para pihak
a.    Setiap pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan permasalahannya kepada mediator secara bergantian.
b.    Tujuan dari presentasi ini adalah untuk memeberikan kesempatan kepada para pihak untuk mendengarkan sejak dini dan juga memberikan kesempatan setiap pihak mendengarkan permasalahan dari pihak lainnya secara langsung.
4.        Identifikasi hal-hal yang sudah disepakati
Salah satu peran yang penting bagi mediator adalah mengidentifikasi hal-hal yang telah disepakati antara para pihak sebagai landasan untuk melanjutkan proses negosiasi.
5.        Mendefinisikan dan mengurutkan permasalahan
Mediator perlu membuat suatu struktur dalam pertemuan mediasi yang meliputi masalah-masalah yang sedang diperselisihkan dan sedang berkembang. Dikonsultasikan dengan para pihak, sehingga tersusun daftar permasalahan untuk menjadi suatu agenda.[14]
6.        Negosiasi dan pembuatan keputusan
a.    Tahap negosiasi yang biasanya merupakan waktu alokasi terbesar.
b.   Dalam model klasik (Directing the Traffic). Mediator berperan untuk menjaga urutan, struktur, mencatat kesepahaman, reframe, dan meringkas, dan sekali-kali mengintervensikan membantu proses komunikasi.
c.    Pada mpdel yang lain (Driving the Bus), mediator mengatur arah pembicaraan, terlibat dengan mengajukan pertanyaan kepada para pihak dan wakilnya.
7.        Pertemuan terpisah
a.    Untuk menggali permasalahan yang belum terungkap dan dianggap penting guna tercapainya kesepakatan.
b.   Untuk memberikan suasana dinamis pada proses negosiasi bilamana ditemui jalan buntu.
c.    Menjalankan tes realitas terhadap para pihak.
d.   Untuk menghindarkan kecenderungan mempertahankan pendapat para pihak pada join sessions.
e.    Untuk mengingatkan kembali atas hal-hal yang telah dicapai dalam proses ini dan mempertimbangkan akibat bila tidak tercapai kesepakatan.
8.        Pembuatan Keputusan Akhir
a.    Para pihak dikumpulkan kembali guna mengadakan negosiasi akhir dan menyelesaikan beberapa hal dengan lebih rinci.
b.   Mediator berperan untuk memastikan bahwa seluruh permasalahan telah dibahas, ketika para pihak merasa puas dengan hasil akhir.
9.        Mencatat Keputusan
a.    Pada kebanyakan mediasi, perjanjian akad dituangkan kedalam tulisan ini bahkan menjadi suatu persyaratan dalam kontrak mediasi.
b.    Kebanyakan kasus, cukup pokok-pokok kesepakatan yang ditulis dan ditandatangani, untuk kemudian disempurnakan oleh pihak pengacara hingga menjadi suatu kesepakatan akhir.
10.    Kata Penutup
a.    Mediator biasanya memberikan ucapan penutup sebelum mengakhiri mediasi.
b.   Ini dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak atas apa yang telah mereka capai, meyakinkan mereka bahwa hasil tersebutmerupakan keputusan mereka sendiri, serta mengingatkan tentang hal apa yang perlu dilakukan dimasa mendatang.
c.    Mengakhiri mediasi secara formal.[15]
Proses mediasi bertujuan untuk mendamaikan para pihak yang berperkara. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, maka para pihak (dengan bantuan mediator) wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator mediator memeroksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari adanya kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik.[16]
Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Sebaliknya, jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan/atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai. Akta perdamaian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim dan dapat dieksekusikan apabila ada pihak yang tidak menaati isi perdamaian, maka pihak yang tidak menaati isi perdamaian tersebut dapat dimohonkan pelaksanaan eksekusi oleh pihak yang dirugikan kepada pengadilan agama.[17]



BAB III

PENUTUP
A.      Kesimpulan
Mediasi merupakan proses negosiasi antara pihak luar yang tidak memihak (impartial) dengan pihak yang bersengketa dalam menemukan solusi atas sengketa berdasarkan pada kesepakatan bersama. Mediator tidak berwenang untuk memutus sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.
Salah satu peran seorang mediator adalah menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara para pihak. Sedangkan fungsi seorang mediator adalah memperbaiki kelemahan komunikasi antara  para  pihak yang biasanya ada hambatan dan sekat-sekat pikologis. 
Menurut Christopher W. Moore ada tiga tipe tipologi mediator, yaitu mediator sosial (social network mediator); mediator otoritatif (authoritative mediator); dan mediator mandiri (independent mediator).
Adapun tahapan mediasi secara umum, terdiri dari : a) tahap pendahuluan/tahap persiapan (preliminary); b) sambutan mediator; c) presentasi para pihak; d) identifikasi hal-hal yang sudah disepakati; e) mendefinisikan dan mengurutkan permasalahan; f) negosiasi dan pembuatan keputusan; g) pertemuan terpisah; h) pembuatan keputusan akhir; i) mencatat keputusan ; dan j) kata penutup.

B.       Saran
Demikian makalah yang dapat kami buat. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita tentang pengetahuan ekonomi terutama tentang masalah mediasi ini. Aamiin...


DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abbas, Syahrizal. 2001. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional. Jakarta: Kencana.
Jamilah, Fitrotin. 2014. Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis. Yogyakarta: Medpress Digital. Cet. 1.
Mujahidin, Ahmad. 2018. Ruang Lingkup dan Praktek Mediasi Sengketa Ekonomi Syariah. Yogyakarta : CV Budi Utama. Cet. 1.
Nugroho, Susanti Adi. 2009. Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT. Telaga Ilmu Indonesia.
Nugroho, Susanti Adi. 2015. Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya. Jakarta: Kencana. Cet. 1.
Rachmadi, Usman. 2003. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Sutiyoso, Bambang. 2008. Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Yogyakarta: Gama Media.
Umam, Khotibul. 2010. Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia.
JURNAL/SKRIPSI
Isturiyati, Enny. 2016. Skripsi: “Proses Penyelesaian Sengketa Perbuatan Melawan Hukum dalam Perkara Pengosongan Tanah Melalui Mediasi”. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Karmuji. 2016. “Peran dan Fungsi Mediator dalam Penyelesaian Perkara Perdata”. Jurnal Ummul Qura, Vol. VII No. 1.
Mardhiah, Ainal. 2011. Penyelesaian Sengketa melalui Mediasi Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2008”. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. XIII No. 53.
Talli, Abdul Halim. “Mediasi Dalam Perma Nomor 1 Tahun 20018”. Jurnal Al Qadāu, Vol. 2 No. 1, 2015.
INTERNET
http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/qura/article/download/3040/2198

[1] Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 2.
[2] Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 10.
[3] Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Yogyakarta: Gama Media, 2008), hlm. 57.
[4] Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT. Telaga Ilmu Indonesia, 2009), hlm. 24- 25.
[6] Enny Isturiyati, Skripsi: “Proses Penyelesaian Sengketa Perbuatan Melawan Hukum dalam Perkara Pengosongan Tanah Melalui Mediasi” (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2016), hlm. 38-39.
[7] Usman, Rachmadi, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 113-117.
[8] Karmuji, “Peran dan Fungsi Mediator dalam Penyelesaian Perkara Perdata”. Jurnal Ummul Qura, Vol. VII No. 1,2016, hlm. 40-42.
[9] Ainal Mardhiah, Penyelesaian Sengketa melalui Mediasi Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2008”. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. XIII No. 53, 2011, hlm. 162-165.
[10] Karmuji, loc.cit.
[11] Karmuji, op.cit. hlm. 67
[12] Fitrotin Jamilah, Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Yogyakarta: Medpress Digital, 2014), Cet. 1, hlm. 72
[13] Ahmad Mujahidin, Ruang Lingkup dan Praktek Mediasi Sengketa Ekonomi Syariah, (Yogyakarta : CV Budi Utama, 2018), Cet. 1, hlm. 147
[14] Fitrotin Jamilah, op.cit. hlm. 73
[15] Ahmad Mujahidin, op.cit. hlm. 148-149.
[16] Susanti Adi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2015), Cet. 1, hlm. 56
[17] Abdul Halim Talli, Mediasi Dalam Perma Nomor 1 Tahun 20018”. Jurnal Al-Qadāu, Vol. 2 No. 1, 2015, hlm. 88

Tidak ada komentar: