BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Semakin pesatnya
perkembangan bisnis syariah Islam di Indonesia, maka peluang yang dihadapi oleh
para pelaku bisnis syariah Islam dalam mengembangkan sumber daya masyarakat
adalah sosialisasi mengenai mekanisme, transaksi dan operasional-isasi pada
dunia bisnis tersebut. Sehingga bisnis syariah Islam yang telah ada dapat
bcrkembang dengan maksimal. Hal inilah yang menjadi tantangan pada bisnis
syariah Islam di Indonesia. Di mana mayoritas masyarakat Indonesia adalah
muslim. Oleh karena itu, partisipasi dari masyarakat sangat diperlukan.
Sementara tantangan dan
rintangan yang dihadapi dalam investasi syariah Islam adalah konsep bagi hasil
yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar
tidaknya sang pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus ber-dampak pada
hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah
Islam masih terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur
portofolionya juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas
akan me-nyulitkan pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah Islam mempunyai
risiko yang lebih tinggi.
Secara umum, dapat
dikatakan bahwa syariah Islam menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik
produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya. Selain
itu, prinsip investasi syariah Islam juga harus dilakukan tanpa paksaan
(ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang
tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.
Dari sini dapat
diasumsikan bahwa bentuk investasi syariah Islam dalam mem-bangun ekonomi
nasional harus diperhitungkan, karena tingkat perkembangannya yang relatif
cepat. Demi terpenuhinya peluang dan tantangan tersebut, maka harus dirumuskan
dan disosialisasikan mengenai manajemen investasi syariah Islam, sehingga
partisipasi masyarakat dalam bisnis ini juga akan meningkat.
Berbicara mengenai
manajemen investasi syariah, mungkin bagi kita umat Islam di Indonesia masih
terasa asing mendengar kata investasi syariah. Karena memang umat Islam di
Indonesia sudah akrab dengan yang namanya investasi tetapi secara umum yakni
investasi konvensional. Sebab memang investasi syariah ini baru dikenal oleh
masyarakat di Indonesia pada tahun 2000-an dengan didirikannya Jakarta Islamic
Index (Bursa Saham Syariah).
Berkenaan dengan hal
tersebut diatas maka kami dalam hal ini akan mencoba membahas mengenai “Konsep
Dasar Manajemen Investasi Syariah” pada makalah kami yang berikut ini.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimana konsep manajemen dan manajemen
Islam ?
2.
Bagaimana konsep investasi dalam
perspektif Islam ?
3.
Bagaimana prinsip syariah dalam
investasi ?
4.
Bagaimana bentuk-bentuk investasi
syariah ?
5.
Bagaimana konsep manajemen investasi
syariah ?
6.
Bagaimana proses manajemen investasi
syariah ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui konsep manajemen dan
manajemen Islam.
2.
Untuk mengetahui konsep investasi dalam
perspektif Islam.
3.
Untuk mengetahui prinsip syariah dalam
investasi.
4.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk investasi
syariah.
5.
Untuk mengetahui konsep manajemen
investasi syariah.
6.
Untuk mengetahui proses manajemen
investasi syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Manajemen dan Manajemen Islam
1.
Pengertian
Manajemen
Menurut Ricky W. Griffin manajemen
adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan
sumber daya untuk mencapai sasaran (goals)
secara efektif dan efisisen.
Dalam berbagai literatur, manajemen
mengandung tiga pengertian, yaitu manajemen sebagai suatu proses, manajemen
sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen, serta
manajemen sebagai suatu seni (art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan
(science).
2.
Manajemen
sebagai Ilmu dan Seni
Manajemen sebagai suatu ilmu dan
seni, mengapa disebut demikian, karena antara keduanya tidak bisa dipisahkan.
Manajemen sebagai suatu ilmu pengetahuan, sebab telah dipelajari sejak lama,
dan telah diorganisasikan menjadi suatu teori. Hal ini dikarenakan di dalamnya
menjelaskan tentang gejala-gejala manajemen, gejala-gejala ini lalu diteliti
dengan menggunakan metode ilmiah yang dirumuskan dalam bentuk prinsip-prinsip
yang diwujudkan dalam bentuk suatu teori.
Sedang manajemen sebagai suatu seni,
di sini memandang bahwa di dalam mencapai suatu tujuan diperlukan kerja sama
dengan orang lain. Pada hakikatnya kegiatan manusia pada umumnya adalah managing (mengatur) dan mengatur disini
diperlukan suatu seni, bagaimana orang lain memerlukan pekerjaan untuk mencapai
tujuan bersama.
3.
Manajemen
sebagai Suatu Profesi
Dewasa ini, semua jenis kegiatan
harus selalu dimanajemeni, dalam arti aturan yang jelas, dan sekarang boleh
dikatakan bahwa bidang manajemen sudah merupakan suatu profesi bagi ahlinya.
Karena dalam kegiatan apapun pekerjaan harus dikerjakan secara efisien dan
efektif, sehingga memperoleh masukan atau input yang besar.
4.
Perspektif
Manajemen Islami
Manajemen dalam islam dipandang
sebagai perwujudan amal sholeh yang harus bertitik tolak dari niat baik. Niat
baik tersebut akan memunculkan motivasi aktivitas untuk mencapai hasil yang
bagus demi kesejahteraan bersama.
Hal yang paling penting dalam
manajemen menurut perspektif islam adalah harus adanya sifat ri’ayah atau jiwa
kepemimpinan. Hal ini merupakan faktor yang paling utama dalam konsep
manajemen. Watak dasar ini merupakan bagian penting dari manusia sebagai
khalifah di muka bumi.
Ada empat pilar etika manajemen
bisnis dalam perspektif islam seperti yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW,
yaitu tauhid, adil, kehendak bebas, dan tanggung jawab. Keempat pilar tersebut
akan membentuk konsep etika manajemen yang fair ketika melakukan
kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan lain ataupun antara pimpinan dengan
bawahan.
Menurut Ibrahim Abu Sin, ada empat
hal yang harus dipenuhi untuk dapat dikategorikan sebagai manajemen islami,
yaitu:
a.
Manajemen islami harus didasari nilai-nilai dan
akhlak-akhlak islam.
b.
Kompensasi ekonomis dan penekanan terpenuhinya
kebutuhan dasar pekerja.
c.
Faktor kemanusian dan spiritual sama pentingnya dengan
kompensasi ekonomis.
d.
Sistem dan struktur organisasi sama pentingnya.
Dari keempat aspek manajemen diatas
memungkinkan untuk diaplikasikan pada seluruh kegiatan ekonomi, termasuk di
dalamnya investasi.
B.
Investasi
dalam Perspektif Islam
Istilah investasi
merupakan kata dari bahasa inggris, yaitu investment.
Kata invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam. Dalam
kamus istilah Pasar Modal dan keuangan menurut Wirasasmita, (1999) kata
investasi diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan
atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Tandelilin, (2001) dalam Huda
dan Edwin Nasution (2007:7-8) mengemukakan investasi diartikan sebagai komitmen
atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini,
dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa mendatang.
Pendapat lain
dikemukakan oleh Ahmad (2004:13) mengatakan investasi adalah menempatkan uang
atau dana dengan harapan untuk memproleh tambahan atau keuntungan tertentu atas
uang atau dana tersebut.
Dalam Islam investasi
merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya,
jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya.
Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim
menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh
zakat, kecuali keuntungannya saja. Dalam investasi mengenal harga. Harga adalah
nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli
terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya
mekanisme pasar.
Maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud investasi dalam Islam adalah melakukan usaha secara aktif terhadap harta atau sumberdaya yang ia
miliki melalui cara-cara yang sesuai dengan prinsip syariah.
Investasi dilihat dari
sudut kerohanian merupakan sebuah amal shaleh yang menjadi bekal manusia untuk
hari perhitungan kelak. Karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang
mengetahui masa depan, sehingga Allah memerintahkan untuk melakukan investasi
sebagai bekal dunia akhirat. Hal ini sesuai dengan firman Allah QS. Al-Hasyr :
18.
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Investasi sangat
dianjurkan agar harta yang dimiliki tidak habis dengan zakat. Harta yang tidak
berputar merupakan harta yang menjadi objek zakat. Dengan demikian, agar harta
tersebut tidk habis karena zakat maka perlu diinvestasikan. Hadis Rasulullah
Saw.:
“Hadis
Yahya dari Malik yang menyampaikannya dari Umar bin Khattab berkata: berdaganglah
(berinvestasilah) dalam harta anak yatim (agar harta tersebut) tidak habis oleh
zakat.” (HR. Syaibani)
C.
Prinsip
syariah dalam Investasi
Beberapa prinsip yang
harus diperhatikan dalam investasi menurut Islam, antara lain :
1.
Halal
Suatu bentuk investasi
harus terhindar dari bidang bisnis yang syubhat
atau haram. Kehalalan juga menyangkut pada penggunaan barang atau jasa yang
ditransaksikan. Contoh industri yang dikategorikan haram adalah: industri
alkohol, industri pornografi, jasa keuangan ribawi, judi dan lain-lain.
Prosedur juga harus terhindar dari
hal-hal yang syubhat atau haram tersebut. Selain itu, kehalalan juga meliputi niat seseorang saat
bertransaksi dan selama prosedur pelaksanaan transaksi. Kehalalan juga ternyata
terkait dengan niat atau motivasi. Motivasi yang halal ialah transaksi yang
berorientasi kepada hasil yang dapat
memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
2.
Maslahah
Maslahah (manfaat)
merupakan hal yang paling esensial dalam semua tindakan muamalah. Para pihak
yang terlibat dalam investasi, masing-masing harus dapat memperoleh manfaat
sesuai dengan porsinya. Misalnya, manfaat yang timbul harus dirasakan oleh
pihak yang bertransaksi dn harus dapat dirasakan oleh masyarakat pada umumnya.
Adapun manfaat-manfaat
investasi itu antara lain :
a.
Manfaat bagi yang menginvestasikan,
yaitu mendapatkan bagi hasil sesuai dengan besar investasi yang ditanamkan dan
sesuai dengan akad awal menurut prinsip syariah.
b.
Manfaat bagi yang mendapat tambahan
investasi, yaitu mendapatkan tambahan modal sehingga memiliki kemampuan untuk
meneruskan usahanya.
Untuk melindungi
perusahaan dalam lilitan hutang karena tidak mampu mengembalikan modal yang
diterima dan tidak mampu memberikan manfaat bagi investor, maka diatur secara
syariah oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) bahwa perusahaan yang memenuhi syarat
untuk dijadikan lahan investasi adalah perusahaan yang :
1) Mendapatkan
dana pembiayaan atau sumber dana dari hutang tidak lebih dari 30% dari rasio
modalnya.
2) Pendapatan
bunga yang diperoleh perusahaan tidak lebih dari 15.
3) Memiliki
aktiva kas atau piutang yang totalnya tidak lebih dari 50%.
Sesuai dengan peringatan Allah
dalam firmannya QS. Al-Baqarah ayat 280 bahwa: ”Orang yang berhutang tidak pernah tenang dalam tidurnya”, maka
dengan fatwa yang ditetapkan oleh DSN tersebut diharapkan perusahaan debitur
dapat mengembalikan investasi sesuai dengan perjanjian yang dilakukan.
c.
Manfaat bagi masyarakat secara luas
Besarnya investasi yang ditanamkan
dalam berbagai bidang haruslah memberi manfaat bagi masyarakat. Investasi bisa
digunakan untuk penelitian dan pengembangan supaya bisa meningkatkan
produk-produk baru atau meningkatkan kualitas produksi, selain itu investasi
juga dapat bermanfaat dalam mengurangi harga barang sehingga pada akhirnya
menguntungkan pelanggan. Dengan investasi juga menggairahkan sektor industri
sehingga mampu mengurangi jumlah pengangguran. Maka sesuai dengan tafsir
Al-Misbah, bahwa pada akhirnya harta yang dimiliki individu memiliki fungsi
sosial.
3.
Terbebas dari riba (bunga). Karena itu
investasi kepada perusahaan yang menjalankan sistem riba seperti perbankan,
asuransi, pegadaian, dsb, adalah dilarang. Membeli saham bank konvensional juga
adalah terlarang karena mengandung riba yang diharamkan.
4.
Bebas dari Gharar. Setiap transaksi
harus bebas dari gharar, yaitu penipuan dan ketidak-jelasan. Dengan demikian
transaksi bisnis harus transparan, tidak menimbulkan kerugian atau unsur
penipuan disalah satu pihak baik secara sengaja maupun tidak sengaja.. Gharar
dapat pula diartikan sebegai bentuk jual beli saham dimana penjual belum
membeli (memiliki) sahamnya tetapi telah dijual kepada pihak lain. Karena itu
Islam melarang praktek margin trading,
short selling, insider trading. Demikian pula najasy (rumor) untuk mengelabui investor.
5.
Bebas dari Maysir (Spekulasi). Setiap
transaksi harus terbebas dari kegiatan maysir (spekulasi). Maysir dalam konteks
ini bukanlah hanya perjudian biasa, tetapi
adalah segala bentuk spekulasi di pasar uang atau pasar modal. Islam
melarang spekulasi uang, karena menurut Islam uang bukan komoditas. Karena itu Islam melarang
spekulasi valuta asing. Uang adalah alat pertukaran yang menggambarkan daya
beli suatu barang atau harta. Sedangkan manfaat atau keuntungan yang ditimbulkannya
berdasarkan atas aktivitas riil, seperti penjualan harta (bay’) atau pemakaian
barang (ijarah). Risiko yang mungkin timbul harus dikelola sehingga tidak
menimbulkan risiko yang besar atau melebihi kemampuan menanggung risiko
(maysir). Untuk itu diperlukan ilmu manajemen resiko.
D.
Bentuk-Bentuk
Investasi Syariah
1.
Deposito
Syariah
Deposito syariah
adalah produk keuangan beupa simpanan berjangka yang dikelola berdasarkan
prinsip syariah. Deposito syariah ditujukan bagi nasabah perorangan dan
perusahaan. Perbedaan antara deposito konvensional dengan deposito syariah
terletak pada cara pengelolaannya yaitu menggunakan akad mudharabah. Deposito
syariah tidak menggunakan bunga melainkan menawarkan nisbah, yaitu sistem bagi
hasil. investasi penanaman modal di bank syar’iah akan diteruskan pada sektor
usaha yang halal.
Dalam deposito
syariah nasabah disebut sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank
disebut sebagai mudharib atau pengelola dana. Return dari deposito syariah
berfluktuasi sesuai tingkat keuntungan dan kinerja bank syariah dalam jangka
waktu tertentu. Ketentuan nisbah ditetapkan pada awal mendaftar deposito,
sebagai contoh 65:35 yang berarti keuntungan diberi ke pada shahibul maal
sebesar 65% dan sisanya sebesar 35% diberi ke mudharib.
2.
Pasar Modal
Syariah
Pengertian pasar
modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli
untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual (emiten) dalam
pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal, sehingga mereka
berusaha untuk menjual efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah
pihak yang ingin membeli modal diperusahaan yang menurutmereka menguntungkan.
Pasar modal dikenal dengan nama bursa efek, dan di Indonesia dewasa ini ada dua
buah bursa efek yaitu Bursa Fek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES).
Modal yang
diperdagangkan dalam pasar modal merupakan modal yang bila diukur dari waktunya
merupakan modal jangka panjang. Oleh karena itu bagi emiten sangat
menguntungkan mengingat masa pengembaliannya relatif panjang, baik yang bersifat
kepemilikan maupun yang bersifat hutang. Khusus untuk modal bersifat
kepemilikan, jangka waktunya lebih panjang jika dibandingkan dengan yang
bersifat hutang.
Adapun yang
dimaksud dengan pasar modal syariah adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan
Efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek
yang menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
3.
Obligasi
Syariah
Menurut Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), yaitu, fatwa
No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, bahwa yang dimaksud dengan
obligasi syariah adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten
kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar
kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Adapun jenis-jenis obligasi,
terdiri dari :
a.
Obligasi Mudharabah adalah kerja sama
dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan. Obligasi jenis ini akan
memberikan return dengan penggunaan term indicative/expected return karena
sifatnya yang floating dan tergantung
pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
b.
Obligasi Ijarah. Dengan akad ijarah
sebagai bentuk jual beli dengan skema cost
plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return.
4.
Reksadana
Syariah
Reksadana adalah wadah
yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk
selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Yang
dimaksud dengan portofolio efek adalah kumpulan-kumpulan surat berharga
seperti: saham, obligasi, surat pengakuan hutang, surat berharga komersial,
tanda bukti utang yang dimiliki oleh pihak investor. Reksa dana merupakan jalan
keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut serta dalam pasar modal dengan
modal minimal yang relatif kecil dan kemampuan menanggung resiko yang sedikit.
Sedangkan jika dilihat dari asal kosa katanya, reksa dana erdiri dari 2 suku
kata, yaitu “reksa” yang berarti jaga atau pelihara dan kata “dana” yang
berarti (kumpulan) uang. Dengan demikian, reksa dana dapat diartikan sebagai
kumpulan uang yang dipelihara (bersama untuk suatu kepentingan).
Adapun reksadana
syariah adalah reksadana yang beroperesi menurut ketentuan dalam prinsip
syariah, baik dalam bentuk akad, pengelolaan dana dan penggunaan dana. Akad
antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah.
E.
Konsep
Manajemen Investasi Syariah
1.
Pengertian
Manajemen Investasi Syariah
Manajemen Investasi
adalah manajemen profesional yang mengelola beragam sekuritas atau surat
berharga seperti saham, obligasi, dan asset lainnya seperti properti dengan
tujuan untuk mencapai target investasi yang menguntungkan bagi investor.
Investor tersebut dapat berupa institusi (perusahaan asuransi, dana pension,
perusahaan, dll). Atau pun dapat juga merupakan investor perorangan, dimana
sarana yang digunakan biasanya berupa kontrak investasi atau yang umumnya
digunakan adalah kontrak investasi kolektif (KIK) seperti, rekasadana.
Lingkup jasa pelayanan
manajemen investasi adalah termasuk melakukan analisa keuangan, pemilihan
saham, implementasi perencanaan serta melakukan pemantauan terhadap investasi.
Di luar industri keuangan, terminologi “manajemen investasi” merujuk pada
investasi lainnya selain dari investasi di bidang keuangan seperti misalnya
proyek, merek, paten, dan banyak lainnya selain saham dan obligasi. Ada yang
mengartikan secara praktis tentang Manajemen investasi sebagai suatu industri
global yang sangat besar serta memegang peran penting dalam pengelolaan
triliunan dollar, euro, pound, dan yen.
Sedangkan Manajemen
syariah adalah seni dalam mengelola semua sumber daya yang dimiliki dengan tambahan sumber daya dan
metode syariah yang telah diajarkan oleh nabi Muhammad SAW. Jadi secara utuh
pemahaman manajemen investasi syariah dapat dirangkum pengertiannya menjadi suatu kegiatan atau seni mengelola modal
atau sumber-sumber penghidupan ekonomi maupun sumber daya, secara profesional
untuk masa depan, baik di dunia maupun di akhirat sesuai dengan syari’at dan
prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh rasulullah SAW.
Prinsip-prinsip yang
diajarkan Rasulullah sebagaimana dimaksud merupakan asas yang mendasari
manajemen investasi syariah seperti perencanaan matang dalam mengarungi
kehidupan dunia adalah bekal (investasi) pada kehidupan yang abadi di akhirat.
Hal ini tersirat dan tersurat dalam al-Quran dan al-Hadis. Prinsip ini penting
dalam melakukan i’mal liduniaka ta’ishu abadan wa’mal liakhiratika ta’ishu
ghodan. (Berusaha keraslah untuk sukses di dunia, seakan–akan kamu hidup di
dumiss selamanya dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan akan kamu mati esok).
Prinsip ini penting dalam melandasi pengertian manajemen investasi syariah
seperti di atas.
2.
Landasan
Filosofi Manajemen Investasi Syariah
Dalam Islam, semua
kegiatan dan aktivitas manusia termasuk kegiatan investasi tidak boleh
melanggar aturan yang telah yang disyariatkan oleh agama. Meskipun pada
dasarnya semua perbuatan yang dilakukan manusia dalam bermuamalah boleh,
kecuali ada aturan yang melarangnya. Berbeda dalam ibadah mahdah (teologis),
kegiatan apapun dilarang kecuali ada perintah untuk mengerjakannya.
Kegiatan investasi yang
merupakan bagian dari muamalah dianggap dapat diterima, kecuali terdapat
implikasi dari dalil al-Qur’an dan al-Hadis yang melarangnya secara eksplisit
maupun implisit. Karena itu, investasi tidak lepas dari landasan normatif etika
yang bersumber dan diilhami oleh ajaran islam yaitu al-Qur’an dan hadis
Rasulullah Saw.
Dengan demikian ada dua
hal pokok yang menjadi landasan dalam berinvestasi, yaitu al-Qur’an dan
al-Hadis, serta hukum-hukum yang bersumber dari keduanya. Maka jelas bahwa
investasi harus seiring dengan syariah yang menjadi panduan dalam bertindak.
Sesuai dengan filosofi islam yang sangat mendorong setiap muslim berinvestasi,
maka aktivitas investasi menjadi suatu kegiatan ekonomi yang sangat dianjurkan
untuk dilaksanakan.
Memang investasi
dilihat dari sudut pandang non-ekonomi dapat dinilai dari adanya amal saleh
yang telah dilakukan manusia sebagai bekal simpanannya (investasi) untuk berhitungan
amal pada hari kiamat kelak. Dalam hal ini investasi akhirat merupakan perintah
Allah kepada seluruh manusia sebagai bekal untuk hari perhitungan. Karena tidak
ada seorang pun di alam semesta ini yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi
pada esok hari, sehingga Allah memerintahkan untuk melakukan investasi amal sebagai
bekal dunia akhirat.
Dilihat dari sudut
pandang ekonomi, investasi merupakan suatu komitmen untuk mengorbankan dana
dengan jumlah yang pasti pada saat sekarang ini untuk mendapatkan keuntungan di
masa depan. Namun demikian, investasi dari sudut pandang ekonomi pun tidak
boleh jauh dari kedua rambu-rambu di atas, yaitu al-qur’an dan al-hadis. Jadi,
islam sangat menganjurkan investasi baik dari sudut non-ekonomi maupun sudut
pandang ekononi. Sebab dalam islam ada perintah yang menganjurkan umatnya untuk
mengembangkan harta kekayaan, bukan menumpuk kekayaan. Mengembangkan kekayaan
berarti memanfaatkan fadzilah Allah, sedangkan menumpuk-numpuk harta kekayaan
merupakan perbuatan yang sangat tidak dibenarkan. Sebagaimana Ahmad al-Haritsi
dalam bukunya fiqh ekonomi Umar bin al-Khattab yang dikutip Mochammad Nadjib
(2008:35), menulis bahwa khalifah Umar pernah menyuruh kaum muslimin untuk
menggunakan modal mereka secara produktif, “siapa saja yang memiliki uang,
hendaklah ia menginvestaasikannya dan siapa saja yang memiliki tanah hendaklah
ia menanaminya”.
Tuntunan khalifah Umar
ini berlatar belakang bahwa pengembangan tanah dan investasi produktif dari
simpanan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat muslim akan bahan-bahan pokok dan kenyamanan hidup. Melakukan hal
yang demikian jelas merupakan suatu amalan kebajikan menurut filosofi islam.
Belajar dari khalifah
Umar di atas, maka investasi dapat dilakukan pada dua sektor, yakni sektor riil
berupa tanah dan sektor keuangan berupa modal. Investasi pada sektor riil
dilakukan dengan membeli atau menyimpan benda-benda riil yang diharapkan akan
mempunyai nilai jual lebih tinggi seperti tanah, apalagi diproduktifkan,
bangunan, emas, benda seni, atau lainnya.
Sedangkan investasi sektor
keuangan (modal) dilakukan di pasar keuangan (financial market), baik pasar uang (money market) yang memperdagangkan surat berharga jangka pendek
(deposito,sbi, surat utang, suku, dll). Atau pasar modal (capital market) seperti memperdagangkan surat berharga jangka
panjang (saham dan obligasi/sukuk).
Namun demikian
norma-norma ajaran agama tidak boleh dilanggar dalam melakukan semua aktivitas
tersebut. Seperti tidak boleh mengandung riba, gharar, maysir (tadlis), sesuatu
yang haram, dan kebathilan serta ketidakadilan. Itulah landasan atau nilai
filosofis investasi syariah yang berdasarkan al-quran dan al-hadis an-nabawi.
F.
Proses
Manajemen Investasi Syariah
Untuk mencapai tujuan
investasi, investasi membutuhkan suatu proses dalam pengambilan keputusan,
sehingga keputusan tersebut sudah mempertimbangkan ekspektrasi retrun yang di
dapatkan dan juga risiko yang akan dihadapi. Pada dasarnya ada beberapa tahapan
terhadap dalam pengambilan keputusan investasi syariah :
1.
Melakukan screening obyek investasi
(portoflio investasi).
Pada investasi syari’ah
terdapat resiko bahwa instrumen investasi yang dipilih tidak sesuai dengan
syariah, yaitu transaksi masih pada derajat tertentu masih mengandung unsur
transaksi gharar, maysir dan riba. Instrumen investasi syari’ah memiliki
instrumen yang terbatas dalam melaksanakan teknik hedging atau lindung nilai
tukar. Instrumen terbatas ini dapat membuat pemilik dana terpapar risiko yang
lebih besar dibandingkan dengan transaksi hedging yang menggunakan intrumen
investasi non-syari’ah. Namun disisi lain risiko investasi syari’ah yang selalu
mensyaratkan adanya underlying asset
(asset turunan) menyebabkan instrumen investasi syari’ah lebih kecil risikonya
dibandingkan dengan intrumen investasi non-syariah.
2.
Menetukan tujuan investasi.
Dalam tahapan ini,
investor menentukan tujuan investasi dan kemampuan/kekayaannya yang dapat
diinvestasikan. Dikarenakan ada hubungan positif antara risiko dan retrun, maka
hal yang tepat di bagi para investor untuk menyatakan tujuan investasinya tidak
hanya untuk memperoleh banyak keuntugan saja, tetapi juga memahami bahwa ada
kemungkinan risiko yang berpotensi menyebabkan kerugian, jadi, tujuan investasi
harus di nyatakan baik dalam keuntungan maupun risiko. Dalam islam menyatakan
bahwa segala sesuatu perbuatan maupun amal tergantung pada niatnya.
3.
Analisis sekuritas.
Pada tahapan ini
berarti melakukan analisis sekuritas yang meliputi penilaian terhadap sekuritas
atau surat hutang yang mudah dicairkan ke dalam kas secara individual atau
beberapa kelompok sekuritas. Salah satu tujuan penilaian tersebut adalah untuk
mengidentifikasi sekuritas yang salah harga.
4.
Pembentukan portofolio.
Pada tahapan ini adalah
membentuk portofolio yang melibatkan identifikasi aset khusus mana akan
diinvestasikan dan juga menentukan seberapa besar investasi pada setiap aset
tersebut. Disini masalah selektivitas, penentuan waktu dan siversifikasi perlu
menjadi perhatian investor.
5.
Melakukan revisi portofolio.
Pada tahapan ini,
berkenan dengan pengulangan secara periodik dari tiga langkah sebelumnya.
Sejalan dengan waktu, investor mungkin mengubah tujuan investasinya yaitu
membentuk portofolio baru dengan yang lebih optimal. Motivasi lainnya disesuaikan
dengan preferensi investor tentang risiko dan retrun itu sendiri.
6.
Evaluasi kinerja portofolio.
Pada tahap ini investor
melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio secara periodik dalam arti
tidak hanya retrun yang di perhatikan tetapi juga resiko yang di hadapi. Jadi,
diperlukan ukuran yang tepat tentang return dan risiko juga standar yang
relevan.
Pada hasil-hasil
investasi yang dihasilkan dalam beberapa periode terakhir volatilitas
instrumen-instumen investasi yang serupa intrumen investasi syari’ah dan
non-syari’ah menunjukkan bahwa intrumen investasi syari’ah relatif lebih
stabil. Intrumen investasi syari’ah tersebut merupakan saham yang memenuhi
kriteria saham syari’ah, reksa dana syari’ah dan sukuk.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals)
secara efektif dan efisisen.
2. Investasi dalam Islam adalah
melakukan usaha secara aktif terhadap harta atau sumberdaya yang ia miliki
melalui cara-cara yang sesuai dengan prinsip syariah, sesuai dengan firman
Allah QS. Al-Hasyr : 18.
3. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan
dalam investasi menurut Islam adalah halal, maslahah, terbebas dari riba
(bunga), bebas dari Gharar dan Maysir (Spekulasi).
4. Bentuk-bentuk investasi syariah adalah
deposito syariah, pasar modal syariah, obligasi syariah, dan reksadana syariah.
5. Manajemen investasi syariah adalah suatu
kegiatan atau seni mengelola modal atau sumber-sumber penghidupan ekonomi
maupun sumber daya, secara profesional untuk masa depan, baik di dunia maupun
di akhirat sesuai dengan syari’at dan prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh
rasulullah SAW.
6. Proses manajemen investasi syariah
terdiri dari melakukan screening obyek investasi (portoflio investasi),
menetukan tujuan investasi, analisis sekuritas, pembentukan portofolio,
melakukan revisi portofolio, dan evaluasi kinerja portofolio.
B. Saran
Kami sadar bahwa makalah ini merupakan proses dalam menempuh
pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun
demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu
ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin.!
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar