KATA PENGANTAR
سم الله الرحمن الرحيم
Puji syukur kehadirat ALLAH Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
kliping ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Tak lupa pula
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyusun kliping ini demi memenuhi tugas kami dalam bidang studi Sejarah.
Harapan kami semoga kliping yang berjudul “Masjid-Masjid Tertua Di Indonesia” ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi kliping ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kliping ini kami akui masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu,
kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan kliping ini.
Pomalaa, 10
Maret 2015
Penyusun
Masjid-Masjid Tertua di Indonesia
Masjid Agung Demak ternyata bukanlah
masjid tertua di Indonesia. Di tanah Jawa sudah berdiri sebuah masjid bahkan
sebelum kerajaan Majapahit berdiri, juga tentu saja sebelum kehadiran wali
songo untuk menyebarkan Islam di tanah Jawa. Begitu banyak literatur dalam dan
luar negeri yang terlanjur mencantumkan Masjid Agung Demak sebagai masjid
tertua di Indonesia termasuk wikipedia.
Dalam urutan pertama memang masjid
di Tanah Jawa yakni Masjid Saka Tunggal di Kabupaten Banyumas, Jawa Timur. Namun
menjadi menarik karena di urutan kedua justru merupakan masjid di Kawasan
Indonesia timur yakni Masjid Wapauwe yang ada di Provinsi Maluku.
Berikut ini adalah
Bangunan Masjid tertua yang ada di indonesia, semua masjid-masjid ini
dibangun di tanah air kita indonesia. Beberapa masjid berikut berumur mulai
dari sekitar 700-400 tahun.
1.
Masjid Saka Tunggal Banyumas (1228M)
Masjid saka tunggal atau Masjid Saka Tunggal
Baitussalam berada di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon Banyumas, Kabupaten
Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Tepatnya berada di titik koordinat geografi
7°28'26.05"S 109° 3'20.32"E.
Disebut Masjid saka tunggal karena masjid ini hanya memiliki
satu tiang penyangga tunggal. Yang menurut bp. Sopani salah
satu pengurus masjid adalah bahwa pilar tunggal melambangkan bahwa ALLAH adalah
hanya satu, ALLAH swt. Saka
tunggal yang berada di tengah bangunan utama masjid, saka dengan empat sayap
ditengahnya yang akan nampak seperti sebuah totem, bagian bawah dari saka itu
dilindungi dengan kaca guna melindungi bagian yang terdapat tulisan tahun
pendirian masjid tersebut.
Masjid saka tunggal
menjadi satu-satunya masjid di pulau
Jawa yang dibangun jauh sebelum era Wali Sembilan (Wali Songo) yang hidup
sekitar abad 15-16M. Sedangkan masjid ini didirikan tahun 1288 Masehi sebagaimana terukir
di Guru Saka (Pilar Utama) masjid. Lebih tua dari kerajaan majapahit yang berdiri tahun 1294
Masehi. Diperkirakan masjid ini berdiri ketika masa kerajaan Singasari, 2 abad
sebelum Wali Songo. Sekaligus menjadikan Masjid saka tunggal Baitussalam sebagai Masjid Tertua
di Indonesia.
Sejarah Masjid saka tunggal
senantiasa terkait dengan Tokoh
penyebar Islam di Cikakak, bernama Mbah Mustolih yang hidup dalam Kesultanan
Mataram Kuno. Itu sebabnya, tidak heran bila unsur Kejawen masih cukup melekat.
Dalam syiar Islam yang dilakukan, Mbah Mustolih memang menjadikan Cikakak
sebagai "markas" dengan ditandai pembangunan masjid dengan tiang
tunggal tersebut. Beliau dimakamkan tak jauh dari Masjid saka tunggal. Tapi dalam
membuat masjid ini lebih jelas ditulis dalam buku-buku
kiri oleh para pendiri masjid ini adalah Kyai Mustolih/Mbah Mustolih. Tapi
buku-buku ini telah hilang bertahun-tahun yang lalu. Setiap tanggal
27 rajab diadakan ziarah di masjid dan membersihkan makam Kyai Jaro Mustolih.
Masjid ini terletak ± 30 km dari kota purwokerto.
2.
Masjid Wapauwe, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku (1414)
Masjid Wapauwe
berada di Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi
Maluku, dibangun tahun 1414 Masehi. Hingga kini masih berdiri kokoh dan menjadi
bukti sejarah Islam masa lampau dan masih digunakan oleh muslim setempat. Untuk
mencapai desa Kaitetu dari pusat Kota Ambon kita bisa menggunakan transportasi
darat dengan menempuh waktu satu jam perjalanan. Bertolak dari Kota Ambon ke
arah timur menuju Desa Passo. Di simpang tiga Passo membelok ke arah kiri
melintasi jembatan, menuju arah utara dan melewati pegunungan hijau dengan
jalan berbelok serta menanjak.
Masjid Wapauwe
masih mempertahankan arsitektur aslinya, berdiri di atas sebidang tanah yang
oleh warga setempat diberi nama Teon Samaiha. Konstruksinya berdinding gaba-gaba
(pelepah sagu yang kering) dan beratapkan daun rumbia. Bangunan induk Masjid Wapauwe
hanya berukuran 10 x 10 meter, sedangkan bangunan tambahan yang merupakan
serambi berukuran 6,35 x 4,75 meter.
Mulanya masjid ini bernama Masjid Wawane karena dibangun di lereng
Gunung Wawane oleh Pernada Jamilu, keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari
Moloku Kie Raha (Maluku Utara). Kedatangan perdana Jamilu ke tanah Hitu sekitar
tahun 1400 M, yakni untuk mengembangkan ajaran Islam pada lima negeri di
sekitar pegunungan Wawane yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly, yang
sebelumnya sudah dibawa oleh mubaligh dari negeri Arab.
Bangunannya berbentuk empat bujur sangkar.
Bangunan asli pada saat pendiriannya tidak mempunyai serambi. Meskipun kecil
dan sederhana, masjid ini mempunyai beberapa keunikan yang jarang dimiliki
masjid lainnya, yaitu konstruksi bangunan induk dirancang tanpa memakai paku
atau pasak kayu pada setiap sambungan kayu. Di masjid ini tersimpan dengan baik
Mushaf Alquran yang konon termasuk tertua di Indonesia. Yang tertua adalah
Mushaf Imam Muhammad Arikulapessy (imam pertama majid Wapauwe) yang selesai
ditulis (tangan) pada tahun 1550 dan tanpa iluminasi (hiasan pinggir).
Sedangkan Mushaf lainnya adalah Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada
tahun 1590, dan juga tanpa iluminasi serta ditulis tangan pada kertas produk
Eropa. Kitab suci Alquran tulisan tangan di masjid ini pernah dipamerkan di
Festival Istiqlal di Jakarta. Beberapa tambahan baru adalah tempat wudhu,
karpet, kipas dan listrik untuk pencahayaan.
Masjid ini juga masih berfungsi sebagai tempat
doa sekitar penduduk. Jika drum atau beduk dipukuli, maka suaranya akan
terdengar sampai seluruh desa, mengundang orang untuk datang ke masjid untuk
jemaat.
3.
Masjid Sunan Ampel, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur (1421)
Masjid Sunan Ampel
merupakan masjid tertua ke tiga di Indonesia, yang berada di bagian utara Kota
Surabaya, Jawa Timur, didirikan oleh Raden Achmad
Rachmatullah pada tahun 1421, di dalam wilayah kerajaan Majapahit. Masjid ini
dibangun dengan arsitektur Jawa kuno, dengan nuansa Arab yang kental dan
Tiongkok. Raden Achmad Rachmatullah yang lebih dikenal dengan Sunan Ampel wafat
pada tahun 1481. Makamnya terletak di sebelah barat masjid. Hingga tahun 1905, Masjid Sunan Ampel
adalah masjid terbesar kedua di Surabaya. dulunya masjid ini menjadi tempat
berkumpulnya para ulama dan wali Allah untuk membahas penyebaran Islam di tanah
Jawa.
Disamping kiri halaman
Masjid Ampel, terdapat sebuah sumur yang diyakini merupakan sumur yang
bertuah, biasanya digunakan oleh mereka yang meyakininnya untuk penguat
janji atau sumpah. Di
komplek pemakaman Masjid Sunan Ampel juga terdapat makam Mbah Sonhaji
atau Mbah Bolong dan juga makam Mbah Soleh, pembantu Sunan Ampel yang bertugas
membersihkan Masjid Sunan Ampel. Keberadaan Kedua Makam tersebut
tak terlepas dari cerita tutur dari masyarakat setempat. Di kompleks
tersebut terdapat juga makam seorang pahlawan nasional, KH. Mas Mansyur,
kondisinya sangat bersahaja, setara dengan makam-makam keluarganya yang hanya
ditandai sebuah batu nisan di atas tanah yang datar. Sepi dari peziarah. Di
dekat makam Mbah Bolong (Mbah Sonhaji) terdapat 182 makam syuhada haji yang
tewas dalam musibah jemaah haji Indonesia di Maskalea-Colombo, Sri Lanka pada 4
Desember 1974.
Kompleks makam dikelilingi tembok
besar setinggi 2,5 meter. Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya
dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64 meter
persegi. Khusus makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih.
4.
Masjid Agung Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah (1477)
Konon ketika
Sunan Kalijaga kesulitan memperoleh kayu jati, akhirnya mengumpulkan
tatal-tatal dan diikat menjadi sebuah tiang yang hingga kini masih
dilestarikan.
Masjid Agung Demak
menjadi cikal bakal bangunan masjid di Nusantara yang menggunakan atap limas
bersusun. Arsitektural Masjid Agung Demak
ini kemudian ditiru dan menyebar ke seluruh Nusantara, tidak saja di Indonesia
tapi juga hingga ke negara-negara tetangga termasuk Malaysia, Thailand hingga
Brunei Darussalam. Bebeberapa masjid Megah yang baru dibangun di berbagai
daerah Indonesia turut mengadopsi Arsitektural masjid ini. Yayasan Amal Bhakti
Muslim Pancasila telah menjadikan bentuk Masjid Agung Demak
ini sebagai model bagi seribu lebih bangunan masjid yang dibangunnya diseluruh
wilayah Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar