TUGAS INDIVIDU ( PKN )
O
L
E
H
HASRIANI
ZAINUDDIN
XI
MIA.1
Tahun
Ajaran 2014/2015
SMAN 1
POMALAA
KASUS I :
Dua TKW
Diperkosa, YLBHI Kecewa pada Pemerintahan SBY
Liputan6.com, Jakarta:
Untuk kesekian kalinya, kabar tragis tenaga kerja Indonesia (TKI)
datang dari negeri jiran, yang hanya selemparan batu dari tanah air. Dua
perempuan Indonesia menjadi korban pemerkosaan, satu di antaranya bahkan diduga
dirogol oleh tiga oknum Polis Diraja Malaysia.
Selain mengutuk perbuatan biadab itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan kekecewaannya pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Yang telah abai dan lalai dalam memberikan jaminan perlindungan terhadap pekerja migran asal Indonesia yang bekerja di Malaysia," kata Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Rabu 14 November 2012.
Apalagi, ini bukan kali pertama terjadi. Ada banyak kasus pelanggaran HAM terhadap TKI, bahkan sampai nyawa melayang. Bahrain menyebut ada setidaknya tujuh kasus penganiayaan yang memperoleh perhatian luas publik.
Di antaranya, tahun 2007 lalu, TKW Ceriyati disiksa, kepalanya dibenturkan ke tembok, bibirnya disilet lalu dibubuhi garam. Selama 7 bulan, hidupnya bagai di neraka. Ia akhirnya kabur lewat jendela. Ia ditemukan menggantung di lantai 12 dengan wajah lebam.
Ada lagi Winfaidah, asal Lampung, yang disiksa dan diperkosa. Kunarsih yang disiksa secara biadab sampai mati oleh majikannya di Selangor, Malaysia, juga Fauziah, asal Cibubur, meninggal setelah jatuh dari lantai 5 gedung di Johor Bahru, Malaysia 20 Maret 2010 . Hasil otopsi RSCM Jakarta menunjukkan ternyata Fauziah mengalami kekerasan seksual.
"Belum lagi kasus lain yang membuat pekerja migran Indonesia terjerat hukuman mati, serta segudang permasalahan terhadap hak atas penghasilan dan penghidupan pekerja migran di Malaysia maupun di negara lain," tambah Bahrain.
Yang mengecewakan, menurut YLBHI, tak ada satu proses hukum pun yang jelas dan memenuhi rasa keadilan. "Kami mendesak Presiden SBY bersikap tegas terhadap Pemerintah Malaysia melalui jalur diplomatik," kata dia.
Ini penting, agar perwakilan Pemerintah Indonesia di Malaysia dilibatkan secara aktif dalam setiap penanganan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa pekerja migran.
Selain mengutuk perbuatan biadab itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan kekecewaannya pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Yang telah abai dan lalai dalam memberikan jaminan perlindungan terhadap pekerja migran asal Indonesia yang bekerja di Malaysia," kata Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Rabu 14 November 2012.
Apalagi, ini bukan kali pertama terjadi. Ada banyak kasus pelanggaran HAM terhadap TKI, bahkan sampai nyawa melayang. Bahrain menyebut ada setidaknya tujuh kasus penganiayaan yang memperoleh perhatian luas publik.
Di antaranya, tahun 2007 lalu, TKW Ceriyati disiksa, kepalanya dibenturkan ke tembok, bibirnya disilet lalu dibubuhi garam. Selama 7 bulan, hidupnya bagai di neraka. Ia akhirnya kabur lewat jendela. Ia ditemukan menggantung di lantai 12 dengan wajah lebam.
Ada lagi Winfaidah, asal Lampung, yang disiksa dan diperkosa. Kunarsih yang disiksa secara biadab sampai mati oleh majikannya di Selangor, Malaysia, juga Fauziah, asal Cibubur, meninggal setelah jatuh dari lantai 5 gedung di Johor Bahru, Malaysia 20 Maret 2010 . Hasil otopsi RSCM Jakarta menunjukkan ternyata Fauziah mengalami kekerasan seksual.
"Belum lagi kasus lain yang membuat pekerja migran Indonesia terjerat hukuman mati, serta segudang permasalahan terhadap hak atas penghasilan dan penghidupan pekerja migran di Malaysia maupun di negara lain," tambah Bahrain.
Yang mengecewakan, menurut YLBHI, tak ada satu proses hukum pun yang jelas dan memenuhi rasa keadilan. "Kami mendesak Presiden SBY bersikap tegas terhadap Pemerintah Malaysia melalui jalur diplomatik," kata dia.
Ini penting, agar perwakilan Pemerintah Indonesia di Malaysia dilibatkan secara aktif dalam setiap penanganan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa pekerja migran.
Artikel di atas
membahas masalah tentang kekecewaan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI) terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dimana YLBHI menilai Presiden SBY telah abai dan lalai dalam memberikan jaminan
perlindungan terhadap para TKI maupun TKW yang bekerja di Malaysia maupun di
Negara lain. Buktinya dua perempuan Indonesia menjadi korban pemerkosaan, satu
di antaranya bahkan diduga dirogol oleh tiga oknum Polis Diraja Malaysia. Masih
ada banyak lagi kasus pelanggaran HAM terhadap TKI, bahkan sampai nyawa
melayang. Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain menyebut ada setidaknya tujuh kasus
penganiayaan yang memperoleh perhatian luas publik. Yang lebih mengecewakan
lagi, menurut YLBHI, tak ada satu proses hukum pun yang jelas dan memenuhi rasa
keadilan. Hal ini sangat penting, agar perwakilan Pemerintah Indonesia di
Malaysia dilibatkan secara aktif dalam setiap penanganan kasus-kasus
pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa pekerja migran.
Solusi yang dapat saya berikan atas kasus
permasalahan HAM di atas, yakni :
Sebaiknya korban
kasus pelanggaran HAM tersebut melaporkan perlakuan biadab yang diterimanya itu
kepada pihak yang berwajib, bila perlu kepada Duta Besar RI di Malaysia agar
mendapat tanggapan dari Presiden SBY. Dengan respon dan tanggapan Presiden
SBY,kasus tersebut tidak akan dipandang remeh oleh pemerintah Malaysia dan duduk
masalahnya akan semakin jelas. Bahkan, apabila nantinya terjadi kejanggalan
yang merugikan kehormatan kita atas kematian para TKI, Presiden SBY harus
bersikap tegas pada Malaysia baik secara diplomatik ataupun politik. Ketegasan
diplomatik dapat berupa pemutusan hubungan kedua negara atau penarikan Duta
Besar RI. Sementara dari sisi politik, mengecam Malaysia sebagai negara pelanggar
Hak Asasi Manusia yang seringkali melakukan kekerasan dan mudah membunuh TKI.
Tetapi sayangnya, presiden SBY kurang tegas dalam menanggapi permasalahan ini,
sehingga kasus kekerasan, pelecehan seksual bahkan pembunuhan di Malaysia tidak
akan pernah usai. Semoga saja Presiden-Wakil Presiden terpilih, Pak Jokowi-Jusuf Kalla dapat menangani
kasus-kasus pelanggaran HAM yang sering menimpa TKI dan TKW kita di luar sana.
Selain itu, UU perlindungan
tenaga kerja sebaiknya direvisi kembali supaya tidak akan terjadi lagi di
kemudian hari dan meminta negara yang bersangkutan memberi hukuman yang
seberat-beratnya kepada tersangka pelanggaran HAM.
Kesimpulan UPAYA PENEGAKAN HAM
Bangsa
Indonesia dalam proses penegakan HAM tentu saja mengacu pada Pancasila dan UUD
RI 1945 serta peraturan perundang-undangan lain. Komitmen dan keseriusan
pemerintah Indonesia dalam memajukan dan menegakkan HAM terbukti dengan
dibentuknya KOMNAS HAM pada 7 juni 1993 melalui Keppres No. 50 Tahun 1993.
KOMNAS HAM dibentuk untuk :
1)
Membantu
pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia.
2)
Meningkatkan
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan.
Upaya penegakan HAM
semakin kokoh dengan dibentuknya instrumen HAM, sebagai alat untuk menjamin
proses perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Instrumen HAM biasanya
berupa peraturan perundang-undangan dan
lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia, seperti KOMNAS HAM dan
Pengadilan HAM.
Selain
itu, partisipasi dari masyarakat sangat diperlukan dalam upaya penegakan HAM,
karena tidak mungkin hanya mengandalkan pemerintah saja. Sebagai warga Negara
dari bangsa yang beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan
sosok manusia beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain. Dengan
begitu, penegakan HAM di lingkungan masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Partisipasi tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk tindakan, antara
lain :
a) Berusaha berperilaku sehari-hari sesuai
dengan nilai-nilai HAM dimanapun kita berada.
b) Bekerja sama dengan KOMNAS HAM untuk
meneliti, memberikan informasi mengenai HAM pada seluruh lapisan masyarakat.
c) Menghormati hak dan kebebasan orang
lain, dan masih banyak lagi.
KASUS II :
Kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 2012 :
Kasus tewasnya tiga
orang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang ditembak Polisi Diraja Malaysia dinilai
sebagai kejadian sangat serius dan fatal.
Pemerintah Malaysia
tidak bisa menganggap kematian tersebut sebagai kejadian biasa saja dan
memulangkan begitu saja jenazah tersebut ke Indonesia.
"Kita tidak
ingin masalah ini didiamkan saja oleh pihak Malaysia," kata Ketua BP KNPI
di Malaysia, Sagir Alva di Kuala Lumpur, Selasa (24/4/2012) saat menanggapi
kasus tewasnya tiga TKI asal Nusa Tenggara Barat itu.
Dia juga berharap
Pemerintah Indonesia melalui pihak-pihak terkait seperti KBRI, Kemenlu,
BNP2TKI, dan Depnaker untuk meminta pihak Malaysia agar menyelidiki masalah ini
secara khusus.
Sudah seharusnya
pemerintah melakukan tindakan cepat seperti mengotopsi ulang jenazah tersebut
dengan disaksikan wakil dari pemerintah Indonesia, bukan hanya Malaysia.
Kalau perlu,
Pemerintah Indonesia dapat menunda kembali pengiriman TKI ke Malaysia dan juga
membawa kasus ini ke pihak Mahkamah Internasional selagi pihak Kerajaan
Malaysia tidak menanggapi dan menyelidiki kasus ini secara serius.
Dugaan Perdagangan
Organ
Otopsi ulang akan
membuktikan ada tidaknya dugaan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk
mengambil kesempatan melakukan pengambilan organ.
Hal ini perlu
dilakukan oleh pihak pemerintah Indonesia, karena ini menyangkut keamanan
masyarakat Indonesia di Malaysia. Jika tidak, ke depan akan banyak kasus-kasus
serupa yang terjadi pada masyarakat Indonesia di Malaysia.
Pemerintah Indonesia
harus menekan pihak Kerajaan Malaysia untuk mengambil tindakan hukum kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini, termasuk pihak PDRM dan rumah sakit
yang mungkin terlibat.
Atase Polisi KBRI KL
Kombes Beni Iskandar mengatakan dugaan pencurian organ tubuh tenaga kerja
Indonesia memang masih harus dibuktikan.
"Saya tidak bisa
bantah. Kalau setelah dibuktikan ternyata benar, makanya itu harus
dibuktikan," kata Beni usai rapat koordinasi Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Batam.
Sementara itu,
mengenai kronologis kejadian, ia mengatakan tiga TKI asal Lombok Nusa Tenggara
Barat diduga merampok. Sesuai dengan cara kerja PDRM, ketiganya ditembak.
Namun, laporan
penembakan tiga TKI itu terlambat sampai di KBRI. "Kami terima laporan,
agak terlambat seminggu," kata dia.
SOLUSI :
Seharusnya kerajaan Malaysia tidak menghukum begitu saja TKI
tersebut, karena mereka adalah tenaga kerja Indonesia. Jadi harus menghubungi
pemerintah Indonesia agar bisa ditindak lanjuti sesuai hukum yang berlaku.
Kemudian, agar segera dilakukan otopsi ulang, sehingga dapat diketahui apakah
ada organ yang hilang atau tidak.
KESIMPULAN
:
Jadi, kita sebagai warga Indonesia yang mempunyai
aturan-aturan yang termuat dalam UUD 1945 harus lebih menghargai aturan-aturan
yang ada. Karena aturan tersebutlah yang akan membawa kita kepada kehidupan
yang aman dan tentram. Oleh karena itu, kita harus bersyukur terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Karena masih diberi kesempatan untuk hidup dan terhindar dan
terhindar dari masalah-masalah yang berhubungan dengan negara/pemerintah.
KASUS III :
KASUS
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat ada
peningkatan kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas atau publik pada
2012, yaitu sebesar 4,35 persen atau menjadi 4.293 kasus. Jenis dan bentuk
kekerasan yang paling banyak terjadi ialah kekerasan seksual (2.521 kasus)
diantaranya pemerkosaan (840 kasus) dan pencabulan (780 kasus)
Komisioner Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan Arimbi Heroepoetri dalam keterangan pers di kantornya, Kamis (7/3), menjelaskan bahwa Komnas Perempuan menemukan 14 kasus kekerasan di ranah publik yang paling menonjol adalah kasus perkosaan berkelompok (gang rape) dengan usia korban antara 13-18 tahun dengan latar belakang pendidikan menengah.
Salah satu kasusnya kata Arimbi adalah pemerkosaan berkelompok dan pembunuhan atas seorang mahasiswi perguruan tinggi Islam di Jakarta. Kasus lainnya yaitu kekerasan seksual di transportasi publik Jakarta yang terus muncul, ujarnya.
Data-data ini merupakan bagian dari catatan tahunan yang dikeluarkan Komnas Perempuan dalam menyambut Hari Perempuan Internasional yang jatuh tanggal 8 Maret.
Lembaga ini mencatat sepanjang 2012 ada 216.156 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan kekerasan di ranah personal menjadi yang paling banyak terjadi dengan 8.315 kasus.
“Di ranah personal tetap lebih besar, yaitu 66 persen, artinya relasi personal termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik KDRT saat pacaran tetap tinggi dalam menyumbang jenis kekerasan. Kekerasan di ranah komunitas tinggi. Kekerasan oleh negara diurutan ketiga,” ujar Arimbi.
Komisioner Komnas Perempuan Ninik Rahayu mengatakan masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan berulangnya kasus serupa dari tahun ketahun disebabkan karena adanya stagnasi sistem hukum.
Menurutnya, saat ini masih banyak aturan-aturan hukum yang tidak kondusif dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan seperti aturan dalam undang-undang perkawinan yang memosisikan laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan.
Selain itu, aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kata Ninik, hingga kini juga belum sepenuhnya merespon kebutuhan perempuan korban ketika mengalami kekerasan seksual.
Menurutnya, Komnas Perempuan menemukan15 bentuk kekerasan terhadap perempuan, tetapi yang diatur dalam KUHP hanyalah pemerkosaan, pencabulan dan perbuatan tidak menyenangkan sedangkan bentuk-bentuk lain itu tidak ada aturannya.
“Aturan-aturan hukum masih kurang pelaksanaannya atau yang tidak kondusif, ditambah lagi struktur hukumnya. Aparat kita juga tidak memiliki pemahaman yang cukup soal HAM dan gender. Ini menjadi persoalan yang sangat luar biasa,” ujar Ninik.
“Tidak sedikit perempuan yang seharusnya merupakan korban kekerasan justru diposisikan sebagai tersangka. Atau aparat hukum tidak memahami bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah kejahatan kemanusiaan, dan justru menyelesaikannya secara mediasi yang tidak mempertimbangkan kebutuhan korban.”
Asisten Urusan Ekonomi Perempuan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulikanti Agusni mengakui masih banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait perlindungan terhadap perempuan yang belum efektif.
“Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah dalam implementasinya belum, itu semua merupakan bagian dari dampak kita dari reformasi dan demokrasi, adanya sentralisasi menjadi desentralisasi sehingga perlu proses,” ujar Sulikanti.
Komisioner Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan Arimbi Heroepoetri dalam keterangan pers di kantornya, Kamis (7/3), menjelaskan bahwa Komnas Perempuan menemukan 14 kasus kekerasan di ranah publik yang paling menonjol adalah kasus perkosaan berkelompok (gang rape) dengan usia korban antara 13-18 tahun dengan latar belakang pendidikan menengah.
Salah satu kasusnya kata Arimbi adalah pemerkosaan berkelompok dan pembunuhan atas seorang mahasiswi perguruan tinggi Islam di Jakarta. Kasus lainnya yaitu kekerasan seksual di transportasi publik Jakarta yang terus muncul, ujarnya.
Data-data ini merupakan bagian dari catatan tahunan yang dikeluarkan Komnas Perempuan dalam menyambut Hari Perempuan Internasional yang jatuh tanggal 8 Maret.
Lembaga ini mencatat sepanjang 2012 ada 216.156 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan kekerasan di ranah personal menjadi yang paling banyak terjadi dengan 8.315 kasus.
“Di ranah personal tetap lebih besar, yaitu 66 persen, artinya relasi personal termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik KDRT saat pacaran tetap tinggi dalam menyumbang jenis kekerasan. Kekerasan di ranah komunitas tinggi. Kekerasan oleh negara diurutan ketiga,” ujar Arimbi.
Komisioner Komnas Perempuan Ninik Rahayu mengatakan masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan berulangnya kasus serupa dari tahun ketahun disebabkan karena adanya stagnasi sistem hukum.
Menurutnya, saat ini masih banyak aturan-aturan hukum yang tidak kondusif dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan seperti aturan dalam undang-undang perkawinan yang memosisikan laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan.
Selain itu, aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kata Ninik, hingga kini juga belum sepenuhnya merespon kebutuhan perempuan korban ketika mengalami kekerasan seksual.
Menurutnya, Komnas Perempuan menemukan15 bentuk kekerasan terhadap perempuan, tetapi yang diatur dalam KUHP hanyalah pemerkosaan, pencabulan dan perbuatan tidak menyenangkan sedangkan bentuk-bentuk lain itu tidak ada aturannya.
“Aturan-aturan hukum masih kurang pelaksanaannya atau yang tidak kondusif, ditambah lagi struktur hukumnya. Aparat kita juga tidak memiliki pemahaman yang cukup soal HAM dan gender. Ini menjadi persoalan yang sangat luar biasa,” ujar Ninik.
“Tidak sedikit perempuan yang seharusnya merupakan korban kekerasan justru diposisikan sebagai tersangka. Atau aparat hukum tidak memahami bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah kejahatan kemanusiaan, dan justru menyelesaikannya secara mediasi yang tidak mempertimbangkan kebutuhan korban.”
Asisten Urusan Ekonomi Perempuan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulikanti Agusni mengakui masih banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait perlindungan terhadap perempuan yang belum efektif.
“Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah dalam implementasinya belum, itu semua merupakan bagian dari dampak kita dari reformasi dan demokrasi, adanya sentralisasi menjadi desentralisasi sehingga perlu proses,” ujar Sulikanti.
Kesimpulan :
Bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM tentu saja
mengacu pada Pancasila dan UUD Republik Indonesia 1945, serta peraturan
perundang-undangan lain. Komitmen dan keseriusan pemerintah Indonesia dalam
memajukan dan menegakan HAM terbukti dengan di bentuknya komnas HAM pada
tanggal 7 Juni 1993 melalui Keppres No. 50 tahun 1993. Komnas HAM di bentuk
untuk :
1)
Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan hak asasi manusia.
2) Meningkatkan
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan.
Upaya penegakan HAM semakin kokoh
dengan di bentuknya instrumen HAM, sebagai alat untuk menjamin proses
perlindungan dan penegakan HAM . Instrumen HAM biasanya berupa peraturan
perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak HAM, seperti Komnas HAM dan
pengadilan HAM.
Selain itu, partisipasi dari
masyarakat sangat di perlu kan dalam upaya penegakan HAM. Karena tidak mungkin
hanya mengandalkan Pemerintah saja. Sebagai warga negara dari bangsa yang
beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia
beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain. Dengan begitu, penegakan
HAM di lingkungan masyarakat dapat berjalan dengan baik. Partisipasi tersebut
dapat dilakukan dalam tindakan antara lain :
a) Berusa berperilaku
sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai HAM dimana pun kita berada.
b) Menghormati hak dan
kebebasan orang lain dan masih banyak lagi.
Tindakan kekerasan terhadap perempuan merupakan kesusilaan yang di sebab
kan oleh berbagai faktor yang
melatarbelakanginya dan dapat pula di pengaruhi oleh situasi dan kondisi yang
mendukung. Semakin meningkatnya kasus pelanggaran terhadap perempuan seperti
:pelecehan seksual,dan kasus KDRT.
Saran :
Sebaiknya seorang perempuan pandai-pandai menjaga dirinya agar tidak di
lecehkan oleh para kaum adam, berpakaian yang baik dan sopanagar tidak memicu
terjadinya pelecehan seksual juga harus
menguasai ilmu bela diri .Dan bagi pelaku pelecehan seksual tersebut harus di
ganjar dengan hukuman yang sesuai dengan UU saat ini.
KASUS IV :
Kasus Pembunuhan
Hakim ketua Cepi Iskandar memutuskan Alfiansyah atau Beben yang berusia 23
tahun, terbukti melakukan pembunuhan atas Dwi Julianti yang berusia 16
tahun, di Pengadilan Negeri Depok hari ini Senin,
30 Juli 2012. "Menghukum terdakwa dengan vonis 15 tahun penjara,"
kata Cepi Iskandar dalam sidang vonis tersebut yakni Senin, 30 Juli 2012.
Ia menyatakan Alfian terbukti membunuh Dwi pada Minggu, 8 Januari 2012, sekitar pukul 04.30, di Kampung Mangga RT 04/01, Bojong Pondok Terong, Cipayung, Depok.
Keputusan majelis hakim itu lebih rendah lima tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum, Edi A. Aziz. Sebelumnya, jaksa menuntut Alfiansyah dengan Pasal 339 KUHP dakwaan kesatu primer, dengan ancaman 20 tahun penjara. "JPU mengatakan kasus itu sebagai pembunuhan dengan adanya kejahatan lainnya atau pemberatan," kata Kepala Humas Pengadilan Negeri Depok Iman Lukmanul Hakim.
Berbeda dengan tuntutan jaksa, majelis hakim menjeratnya dengan Pasal 388 subsider KUHP tentang Pembunuhan. Dengan demikian, Alfiansyah hanya mendapatkan ancaman 15 tahun penjara. "JPU menuntut Pasal 339 karena pelaku mengambil uang korban Rp 8.000," kata Iman.
Dalam sidang vonis tersebut, jaksa Edi belum menerima keputusan. Pihaknya akan menggunakan masa berpikir selama tujuh hari untuk memutuskannya. "Pikir-pikir dulu," kata dia.
Sementara keluarga korban tidak berkomentar apa-apa tentang putusan tersebut. "Kami serahkan ke JPU," kata ibu korban yakni Zainunah yang berumur 40 tahun. Saat sidang vonis tersebut, Zainunah sempat histeris.
Ia juga menuntut jaksa menghadirkan telepon genggam milik korban di persidangan. Pasalnya, sampai saat ini, ponsel tersebut belum ditemukan di lokasi kejadian. Sementara dalam rekonstruksi, telepon tersebut dilempar oleh korban sendiri saat melakukan perlawanan. "Ke mana HP anak saya?" katanya.
Iman menjelaskan, telepon tersebut tidak dapat ditemukan. Baik dari pihak pengadilan dan kepolisian tidak menemukan barang bukti tersebut. "BlackBerry itu tak pernah ditemukan," kata Iman.
Alfiansyah membunuh Dwi pada pukul 04.30 di Kampung Mangga RT 04 RW 01, Bojong Pondok Terong, Cipayung, Depok. Malam itu, mereka ketemu di Jalan Baru Pemda Cibinong. Di sana, Alfiansyah menawarkan diri mengantar korban pulang ke rumahnya di Jalan Ken Arok, Kampung Kelapa, RT 05 RW 19, Rawa Panjang, Bojong Gede, Bogor. Mereka kemudian mampir di Kampung Mangga, yang saat itu sedang ada konser dangdut di acara pernikahan.
Ia menyatakan Alfian terbukti membunuh Dwi pada Minggu, 8 Januari 2012, sekitar pukul 04.30, di Kampung Mangga RT 04/01, Bojong Pondok Terong, Cipayung, Depok.
Keputusan majelis hakim itu lebih rendah lima tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum, Edi A. Aziz. Sebelumnya, jaksa menuntut Alfiansyah dengan Pasal 339 KUHP dakwaan kesatu primer, dengan ancaman 20 tahun penjara. "JPU mengatakan kasus itu sebagai pembunuhan dengan adanya kejahatan lainnya atau pemberatan," kata Kepala Humas Pengadilan Negeri Depok Iman Lukmanul Hakim.
Berbeda dengan tuntutan jaksa, majelis hakim menjeratnya dengan Pasal 388 subsider KUHP tentang Pembunuhan. Dengan demikian, Alfiansyah hanya mendapatkan ancaman 15 tahun penjara. "JPU menuntut Pasal 339 karena pelaku mengambil uang korban Rp 8.000," kata Iman.
Dalam sidang vonis tersebut, jaksa Edi belum menerima keputusan. Pihaknya akan menggunakan masa berpikir selama tujuh hari untuk memutuskannya. "Pikir-pikir dulu," kata dia.
Sementara keluarga korban tidak berkomentar apa-apa tentang putusan tersebut. "Kami serahkan ke JPU," kata ibu korban yakni Zainunah yang berumur 40 tahun. Saat sidang vonis tersebut, Zainunah sempat histeris.
Ia juga menuntut jaksa menghadirkan telepon genggam milik korban di persidangan. Pasalnya, sampai saat ini, ponsel tersebut belum ditemukan di lokasi kejadian. Sementara dalam rekonstruksi, telepon tersebut dilempar oleh korban sendiri saat melakukan perlawanan. "Ke mana HP anak saya?" katanya.
Iman menjelaskan, telepon tersebut tidak dapat ditemukan. Baik dari pihak pengadilan dan kepolisian tidak menemukan barang bukti tersebut. "BlackBerry itu tak pernah ditemukan," kata Iman.
Alfiansyah membunuh Dwi pada pukul 04.30 di Kampung Mangga RT 04 RW 01, Bojong Pondok Terong, Cipayung, Depok. Malam itu, mereka ketemu di Jalan Baru Pemda Cibinong. Di sana, Alfiansyah menawarkan diri mengantar korban pulang ke rumahnya di Jalan Ken Arok, Kampung Kelapa, RT 05 RW 19, Rawa Panjang, Bojong Gede, Bogor. Mereka kemudian mampir di Kampung Mangga, yang saat itu sedang ada konser dangdut di acara pernikahan.
Saran :
Semua lembaga hukum
harus adil dan tegas dalam mengambil keputusan yang sesuai dengan UU yang berlaku dan tidak
membeda-bedakan seseorang berdasarkan dari ekonominya dan golangannya karena di
mata UU semua orang mempunyai hak yang sama dan berhak mendapat perlindungan
hukum.
KASUS V :
Kasus Pelecehan Seksual Yang Terjadi Di Angkutan Umum
Kasus pelecehan seksual di dalam angkutan umum kembali terjadi. Dalam kejadian ini, pelaku yang tak lain sopir angkot dengan sengaja mempertontonkan alat kelaminnya kepada korban, seorang penumpang perempuan.
"Pelakunya biasa dipanggil Bewok, sopir Mikrolet 42 (Mampang-Ragunan). Dia perlihatkan anunya dan membuat gerakan gituan," kata Ibah (35), kerabat korban, kepada wartawan di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Minggu (30/9/2012).
Kejadian tersebut berawal saat korban, ASR (24), menumpang angkot yang dikemudikan Bewok di depan rumahnya di Jalan Tegal Parang Raya, Mampang, sekitar pukul 10.30. Saat menaiki kendaraan, angkot tersebut dalam kondisi penuh penumpang. Namun, sebentar kemudian semua penumpang lain turun dan tinggallah ASR seorang diri dalam perjalanannya menuju PLN Duren Tiga.
Pelaku kemudian meminta Ane pindah ke posisi belakang kursi sopir. Ane mengikuti permintaan tersebut lantaran mengira usulan tersebut bertujuan melindungi keselamatannya. Yang terjadi kemudian justru membuat korban shock. Pelaku membuka resleting celananya dan mengeluarkan alat kelaminnya sambil membuat gerakan-gerakan tak senonoh.
"Dia pikir buat keselamatan dia. Enggak tahunya dikasih lihat anunya sambil digituin. Itu pas sudah di belokan Duren Tiga," kata Ibah.
Lantaran shock, korban menangis dan minta diturunkan. Selanjutnya, dia pergi ke rumah Ibah yang berlokasi di dekat tempat kejadian. Ibah kemudian mengantarkan korban pulang ke rumahnya dan menceritakan kejadian itu kepada orangtua ASR.
Karena korban masih mengingat ciri-ciri fisik pelaku, keluarga pun bersepakat menunggu kedatangan angkot tersebut. Benar saja, siang tadi Bewok kembali melintas dengan angkot yang sama. Keluarga korban pun langsung menahan dan menggiring pelaku ke Mapolrestro Jaksel. Saat ini korban dan pelaku sedang diperiksa di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Mapolres Metro Jaksel.
Saran :
Syukuri apa yang
di beri kan oleh Tuhan dan pergunakan dengan sebaik-baiknya.Bagi perempuan
sebaiknya hindari keluar malam sendiri menggunakan angkutan umum. Dan bagi
pelaku pelecehan tersebut harus di beri
hukuman yang sesuai dengan apa yang di lakukannya, agar sadar apa yang
telah dilakukannya itu salah supaya tak
ada lagi korban selanjutnya .
1 komentar:
sangat membantu kak trims :)
Posting Komentar